Perundungan Terjadi Karena Pembiaran, Bagaimana Cara Memutusnya?
SR, Surabaya – Kasus bullying atau perundungan di Indonesia telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) per 2023, dari 30 kasus, sebanyak 80 persen (24 kasus) perundungan terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20 persen (6 kasus) di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama.
Dari data tersebut, sekira 50 persen atau 15 kasus diantaranya terjadi di jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Angka kasus perundungan ini bisa jadi akan bertambah mengingat masih adanya keengganan korban untuk melapor.
Salah satu pelajar SMA negeri di Surabaya, SO (nama disamarkan, red) mengaku sempat menjadi korban perundungan selama SD dan SMP.
“Di SMA alhamdulillah saya tidak pernah menjadi korban bullying, tetapi saat SD dan SMP pelaku bullying adalah teman sekelas dan kakak kelas,” ujarnya.
Bentuk perundungan yang sering diterima adalah siswa lain yang menyebarkan kebohongan atau fitnah tentang dirinya dan mengajak orang lain menjauhinya, kemudian diejek lantaran kondisi ekonomi keluarga, lalu meninggalkan, mengeluarkannya dari kelompok hingga sama sekali mengabaikan. Hal tersebut biasanya dialami saat berada di lingkungan sekolah yang sepi.
Menurut SO, guru atau orang dewasa di sekolahnya jarang mencoba menghentikan bullying yang terjadi, meskipun siswa lain dan orang tua sering berbicara kepadanya untuk mencoba menghentikan bullying.
“Menurut saya, banyak bullying di sekolah saya dulu, tetapi setiap ada kejadian pihak guru langsung menutupi tindakan tersebut rapat-rapat dengan dalih agar nama baik sekolah tidak tercoreng di hadapan masyarakat. Mereka lebih mementingkan nama baik sekolah daripada korban bullying,” ujar SO.
“Menurut saya penanganan guru/wali kelas dalam mencegah dan menangani bullying adalah mereka berusaha, tetapi usaha itu hanya untuk menutupi bullying yang ada di sekolah agar tidak tersebar ke masyarakat, bahkan sampai ada korban yang mengundurkan diri dari sekolah tetapi para guru mengumumkan bahwa siswa itu tidak terkena bully tetapi memang ingin mengundurkan diri saja,” sambungnya.
SO pun memilih untuk menyimpan sendiri atas hal yang dialami dan hal itu membuatnya kadang menyukai dan tidak menyukai lingkungan sekolahnya.
Sebagai pelajar, ia berpendapat bahwa perundungan adalah tindakan tercela, terlebih apabila hal tersebut terjadi di lingkungan sekolah yang notabene merupakan tempat untuk menuntut ilmu sekaligus sarana pembentukan karakter.
“Tidak seharusnya para siswa melalukan bullying apapun itu alasannya dan tindakan bullying harus di tangani dan di cegah dengan baik,” tegasnya.
Hal yang sama disampaikan oleh N (nama disamarkan, red), salah satu pelajar SMP di Surabaya. Ia menilai perlu adanya tindakan tegas untuk memberantas bullying dari lingkungan sekitar.
“Karena bullying adalah tindakan kejam yang mampu menghancurkan mental anak,” ujarnya.
N juga mengaku sering diejek atau dikomentari di kelasnya ataupun di sosial media. Ia juga memilih menyimpan sendiri hal yang dialami. Alhasil, sikap ini membuatnya sangat takut untuk mengalami perundungan dari temannya, sekalipun guru atau wali kelas telah sangat berusaha mencegah dan menangani bullying di sekolah.
Tampilkan SemuaTags: Cegah bullying, Perundungan
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.