Kepala Daerah Berperan Dalam Jual Beli Jabatan

Yovie Wicaksono - 13 January 2017
(kiri-kanan) Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng, moderator, Komisioner KASN Waluyo, dan peneliti ICW, Ade Irawan saat acara diskusi di Jakarta (foto : Superradio/Niena Suartika)

SR, Jakarta – Praktek jual beli jabatan yang masih marak terjadi di instansi pemerintahan, dinilai tidak lepas dari peran Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Para pejabat daerah dipaksa untuk membeli jabatannya sehingga tidak diturunkan atau diganti dengan pejabat lain. Hal ini disampaikan Ade Irawan, Peneliti Indonesia Corruption Watch, saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (13/1/2017).

“Dalam konteks jual beli jabatan ini, pejabat di daerah dipaksa untuk membeli jabatan oleh Kepala Daerah atau DPR dengan cara korupsi. Ini hanya satu dari banyaknya praktek korupsi yang terjadi di birokrasi,” kata Ade Irawan.

Dalam penelitian ICW mengenai tren pemberantasan korupsi sejak tahun 2004 hingga semester awal 2016, secara tetap birokrasi menempati urutan pertama terjadinya modus korupsi. Praktik jual beli jabatan ini kata Ade, bukanlah akhir dari alur korupsi di birokrasi, karena birokrat hanya dijadikan eksekutor atau alat oleh pejabat tinggi atau kepala daerah.

Misalnya untuk kenaikan jabatan dan mempertahankan posisi sebuah jabatan, para bawahan harus menyetorkan uang kepada kepala daerah.

“Birokrasi dipaksa untuk melayani kekuasaan, bukan abdi masyarakat tapi abdi penguasa,” ujar Ade.

Prektek jual beli jabatan menurut Ade, bukan semata mengenai uang negara yang hilang, tetapi lebih pada dampaknya yang sangat dahsyat yaitu negara tidak mampu melayani warganya, sehingga Indonesia akan menjadi negara gagal.

“Masalah ini sebenarnya sudah banyak dipikirkan pemerintah. Adanya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dengan membentuk KASN. Untuk itu, perkuat institusi yang ada ini agar kepala daerah tidak seenaknya membuat kebijakan,” imbuh Ade.

Sementara itu Komisioner KASN Waluyo berharap, KASN memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada ASN dan Kepala Daerah yang melanggar norma dan kode etik. Namun saat ini KASN hanya dapat menyampaikan rekomendasi kepada pejabat pembina kepegawaian dan pejabat yang berwenang, terkait pelanggaran kode etik dan norma dasar yang dilakukan ASN.

“Kalau seandainya ada yang langsung berdampak pada aspek kepegawaian ASN atau kepala daerah, sehingga ada efek jera. Esensinya ialah untuk kewenangan yang bisa beri efek jera untuk pengambilan keputusan,” kata Waluyo.(ns/red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.