Hadapi Si Clingy dengan Cara Ini

Yovie Wicaksono - 28 February 2023

SR, Surabaya – Clingy atau yang juga dikenal dengan istilah insecure attachment (kelekatan yang tidak aman), dalam bahasa gaul kerap diartikan sebagai orang yang manja atau dengan kata lain orang yang clingy selalu ingin dibantu dan dekat dengan pasangan mereka atau orang terdekat.

Ketidakwajaran clingy yang ekstrem adalah tidak bisa sendirian. Tanpa ada validasi atau pengakuan orang lain, dirinya tidak akan merasa aman.

Lantas bagaimana sikap yang tepat ketika berinteraksi dengan seseorang yang clingy? Dosen Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWM) Michael Seno Rahardanto mengatakan, kita tidak bisa serta merta mengambil sikap terlalu banyak menemani atau meninggalkan mereka.

“Menunjukkan konsistensi bahwa kita care sama dia walau kita tidak disitu, dan ini butuh waktu,” jelas Dosen yang akrab disapa Danto ini.

Orang yang clingy akan terus berusaha untuk masuk dalam kehidupan orang lain, begitu pula sebaliknya. Maka dalam menunjukkan perhatian, lanjut Danto, perlu memberikan batasan yang tegas dan dilakukan secara konsisten. Hal ini dilakukan untuk melatihnya tentang pola relasi yang wajar.

“Dalam batasan itu pun kita juga perlu konsisten bahwa kita peduli dengan dia. Misalnya, kita bisa menyampaikan kegiatan kita, setelah kegiatan selesai, kita bisa interaksi dengan dia. Disitu kita melatih dia tentang pola relasi yang wajar, walau tidak selalu menghubungi atau menemani bukan berarti tidak menyayangi,” jelas Dosen yang tengah menyelesaikan studi S3 Psikologi Klinis di Universitas Airlangga.

Dengan konsisten menetapkan batasan, maka tidak akan menyebabkan ketergantungan. Meskipun butuh waktu dan proses, kata Danto, ketika proses itu sedang terbentuk dan berhasil, maka insecure tersebut bisa hilang. Pada akhirnya orang itu akan menyadari bahwa dirinya berharga meskipun tidak selalu ada seseorang disampingnya.

Ketika sudah merasa terganggu dengan perilaku clingy ini, maka seseorang harus bisa mengatakan bahwa terganggu dengan perilaku tersebut bukan terhadap orangnya.

“Kita sampaikan dulu perasaan kita apa, entah marah, tersinggung, sakit hati, jengkel, kecewa, malu. Sampaikan sebabnya apa, merujuk spesifik pada perilakunya, harus detil,” katanya.

Sikap tersebut akan membantu menyadarkan si clingy, bahwa perilakunya lah yang sebenarnya mengganggu bukan keberadaan dirinya.

“Ketika seseorang menyadari perilakunya bermasalah terlepas menyebutnya clingy atau tidak, tentunya baik ketika ia berani pergi ke profesional entah ke psikolog, konselor, atau guru BK, tentunya itu selalu baik,” pungkasnya. (vi/red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.