Gubes Unej Tak Tutup Peluang Kisah Nabi Nuh Terhubung dengan Gunung Argopuro

SR, Jember – Universitas Jember (Unej) menegaskan komitmennya dalam pelestarian budaya lokal. Hal ini ditandai dengan pengukuhan Prof Dr Sukatman MPd sebagai Guru Besar (Gubes).
Prof Sukatman dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Tradisi Lisan dan Pembelajarannya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Dalam orasi ilmiahnya, ia menekankan pentingnya tradisi lisan sebagai landasan pendidikan karakter.
Selain itu, juga sebagai strategi memperkuat ketahanan nasional di tengah dinamika global. Pidato pengukuhannya bertajuk Tradisi Lisan Nusantara dan Kontribusinya bagi Ketahanan Nasional dan Pendidikan Era Persaingan Antar Bangsa.
Prof Sukatman menyatakan, tradisi lisan bukan sekadar bagian dari warisan budaya. Tetapi fondasi historis bangsa yang telah eksis jauh sebelum kejayaan kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit.
Ia mengangkat, keberadaan dinasti-dinasti Nusantara purba seperti Dinasti Cahaya, Nisan, Sura, dan Saka yang menjadi dasar berdirinya NKRI saat ini.
“Dalam waktu yang relatif panjang, Nusantara telah dipecah belah oleh bangsa barat menjadi wilayah Pattani di Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Philipina, PNG, dan terakhir Timor Leste,” ujarnya, Sabtu (10/5/2025).
“Jika tidak hati-hati NKRI bisa bubar menjadi negara kecil-kecil. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam strategi pemertahanan negara,” tambahnya.
Penelitiannya yang intens terhadap kebudayaan purba Nusantara bahkan membawanya menjelajah berbagai situs bersejarah. Salah satunya, saat meneliti di situs Gunung Padang, Cianjur.
Setelah tiga kali mengelilingi situs tanpa hasil, ia akhirnya meminta bantuan juru pelihara situs untuk melakukan ritual adat. Ia mengaku, menemukan data penting setelah mengikuti ritual adat tersebut. “Ini memang tidak bisa dijelaskan secara akademis. Tetapi saya hormati adat dan budaya lokal di sana,” kata dia.
Menurut Prof Sukatman, kurangnya literatur akademik mengenai peradaban sebelum 10.000 SM menjadi tantangan, dalam mengkaji tradisi lisan purba. Meski demikian, ia menegaskan pentingnya perspektif lokal dalam membaca sejarah.
“Hal itu untuk memperkuat jati diri bangsa, terutama dalam membina rasa percaya diri generasi muda dan memperkuat posisi Indonesia di tengah persaingan global,” ujarnya.
Selama bertahun-tahun, Prof Sukatman berkontribusi dalam merekonstruksi sejarah dan budaya Nusantara dari periode 30.000 SM hingga abad pertama Masehi. Rekonstruksi ini penting untuk memperkuat argumentasi historis dalam konflik wilayah.
Seperti sengketa Sipadan dan Ligitan. Ia menyoroti perlunya mengubah persepsi sejarah Nusantara, yang selama ini terpusat pada Sriwijaya atau Majapahit, padahal sebelumnya sudah ada dinasti-dinasti Nusantara.
Ia mendorong agar materi Nusantara purba diperkuat dalam pendidikan nasional. Ini untuk membangun kepercayaan diri generasi muda, serta menata ulang sejarah dengan perspektif kritis dari sudut pandang Nusantara, bukan Barat.
Kajian ini dinilai strategis untuk memperkuat ketahanan nasional dan pendidikan karakter bangsa. Ia juga berharap, agar wacana kebudayaan lokal Pandhalungan lebih progresif dan kritis, dengan menafsirkan ulang cerita-cerita lokal.
“Seperti kisah Raja Minak Jingga secara lebih positif dan kontekstual. Tafsir baru ini perlu divalidasi melalui data arkeologis, penamaan wilayah, serta situs megalitikum yang tersebar di Jawa Timur bagian timur dan wilayah Nusantara lainnya,” ujarnya.
Ia juga mengangkat wilayah Pegunungan Argopuro sebagai kawasan yang menyimpan jejak budaya besar. Bahkan berpotensi sebagai lokasi terkait kisah Nabi Nuh berdasarkan bukti lisan dan situs arkeologis.
“Potensi ini layak dikembangkan sebagai bahan penelitian lanjutan, wisata religi, dan pendidikan karakter kebangsaan,” kata dia. (*/rri/red)
Tags: gunung argopuro, nabi nuh, prof sukatman, sejarah lisan, superradio.id, universitas jember
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.