Aktivis Sebut Penegakan HAM Kini Lebih Berat

Yovie Wicaksono - 30 November 2022
Sekjen Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia Anwar Sastro Ma’ruf. Foto : (Super Radio/Hamidiah Kurnia)

SR, Surabaya – Aktivisme menjadi salah satu cara untuk memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, di era sekarang perjuangannya jauh lebih rumit dibanding dulu.

Sekjen Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia Anwar Sastro Ma’ruf mengatakan, di zaman orde baru, aktivis fokus berjuang melawan satu musuh yakni pemerintahan yang diktator, namun kini lebih sulit karena terlalu banyak isu yang diperjuangkan.

“Aktivisme sekarang ini kecenderungannya kurang sistematis karena dipengaruhi oleh pergantian jaman, sekarang sudah bebas kita bikin Kongres, tapi ternyata lebih berat,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Layak Human Rights Festival, Rabu (30/11/2022).

Menurutnya, ada dua persoalan mendasar pada isu aktivisme, yakni kurangnya transformasi pengetahuan dan penyadaran. Seringkali pemahaman HAM hanya disadari oleh kalangan tertentu dan belum sampai ke masyarakat paling bawah, sehingga sulit untuk membuat penanganan cepat ke korban.

Kemudian, pemikiran yang dilakukan hanya berfokus pada lapisan awal. Misalnya, pemahaman HAM lebih ke sipil politik terkait hak hidup, bebas dari perbudakan, dan berserikat.

“Ada yang disebut dengan moto production. kita seringkali keributannya di tataran industrial, tapi ada persoalan dasar, contoh, ada perempuan yang di rumah sebagai ibu rumah tangga dan juga bekerja di pabrik, kerja nya ganda,” ucapnya.

Ditambahkan, aktivisme harus kembali ke tujuan awal yakni memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM), tidak dipengaruhi pihak luar, dan melakukan pengorganisasian sesuai Pancasila seutuhnya.

“Yang jadi masalah itu otokritik kita adalah gerakan politik tidak diimbangi dengan gerakan ekonomi. Sementara gerakan sosial atau rakyat ini hanya ngomongin politik tapi ekonominya tidak disentuh, tidak terjadi tentang pemikiran agar berdikari secara ekonomi,” jelasnya.

Hal serupa disampaikan perwakilan Suluh Perempuan, Mila Nabilah. Ia mengatakan menjadi aktivis semestinya ikut merasakan kenyataan yang terjadi di lapangan, bukan sekadar paham teori.

Dasar pendirian organisasi juga patutnya berkaitan dengan nilai-nilai Trisakti Pancasila, sehingga bisa berdiri sendiri, berdikari secara ekonomi, politik, dan berbudaya.

“Andaikan bisa kembali ke Pancasila yang seutuhnya niscaya aktivis akan menjadi baik. Jadi mestinya kita lebih getol dan mampu berdikari secara ekonomi politik dan kebudayaan sehingga kita punya nilai tawar yang tinggi tanpa kena tawar,” ujarnya. (hk/red)

Tags: ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.