Perlindungan Hiu Perlu Penguatan Regulasi dan Sosialisasi

Yovie Wicaksono - 12 January 2017
Sebagian hiu yang telah diambil siripnya oleh nelayan KLM Sumber Laut (foto : Ditpolair Polda Jawa Timur)

SR, Surabaya – Perburuan atau penangkapan hiu masih banyak terjadi di perairan Indonesia, yang dilakukan untuk diambil sirip maupun dagingnya. Yudi Herdiana, Marine Program Manager Wildlife Conservation Society (WCS), menyebut alasan ekonomi menjadi penyebab masih banyaknya perburuan hiu di laut, karena tingginya permintaan sirip hiu yang harganya masih cukup tinggi di pasaran regional maupun ekspor.

“Selama ini karena ekonomi, harga sirip hiu ini kan cukup mahal. Kalau dagingnya sudah pasti bisa dijual meski tidak semahal siripnya,” kata Yudi Herdiana.

Tidak adanya regulasi yang secara tegas melarang nelayan menangkap hiu di perairan Indonesia, menjadi penyebab masih bebesnya praktek penangkapan hiu. Regulasi yang dimiliki Indonesia masih sebatas aturan mengenai ekspor ikan, belum pada perlindungan satwa yang terancam berkurang populasinya.

“Khusus untuk hiu, ini baru yang jenis hiu monyet yang tidak boleh ditangkap di perairan Indonesia, sementara hiu jenis lain belum ada,” lanjutnya.

Lemahnya pengaturan dan pengawasan penangkapan hiu oleh nelayan tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara lain di dunia. Sampai saat ini belum ada regulasi internasional yang melarang penangkapan hiu secara tegas. Aturan penangkapan ikan secara internasional masih untuk komoditas ikan tangkap seperti tuna. Dari 816 spesies hiu yanga da di dunia, baru beberapa jenis saja yang diatur maupun dilarang.

“Di luar belum ada aturannya untuk hiu, tapi yang diacu oleh Indonesia saat ini baru peraturan yang terkait dengan penangkapan tuna,” lanjutnya.

Selain tidak adanya aturan tegas mengenai penangkapan hiu, perbedaan perspektif antara masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, dengan maysarakat lain serta aktivis lingkungan dan pemerhati satwa menjadi faktor lain maraknya perburuan hiu.

Nelayan masih menganggap hiu sebagai komoditas ikan tangkap biasa, yang dapat dijual dan menghasilkan uang. Padahal oleh pemerhati satwa dan lingkungan, perburuan hiu dapat mempengarui keseimbangan ekosistem.

“Ada perbedaan cara pandang dengan faktor ekonomi. Padahal fungsi dari hiu ini penting bagi ekosistem sehingga harus dilindungi,” ujar Yudi.

Hiu merupakan spesies yang berfungsi sebagai top predator, yang meregulasi atau mengatur keseimbangan dalam sebuah ekosistem. Hiu menyerang atau memangsa hewan atau ikan yang lemah dan sakit, sehingga ekositem bisa tetap terjaga. Berkurangnya populasi hiu secara drastis akibat perburuan, akan menurunkan pula fungsinya sebagai regulator.

“Akan mempengaruhi penurunan produksi ikan lain, yang selama ini menjadi komoditas tangkapan perikanan utama. Karena mangsa tingkat 1 setelah hiu akan membengkak popilasinya bila hiu tidak ada, sehingga spesies dibawahnya seperti tuna dan tongkol akan ikut berkurang,” paparnya.

Wildlife Conservation Society (WCS) mendorong dilakukannya edukasi dan sosialisasi oleh pemerintah kepada masyarakat, mulai nelayan, pengepul, pedagang ikan, hingga eksportir, mengenai jenis-jenis ikan atau mamalia laut yang tidak boleh ditangkap.

“Selama ini sosialisasi dirasa kurang, karena selama ini nelayan yang menangkap hiu mengaku tidak mengetahui kalau satwa itu dilindungi dan memiliki fungsi menjaga keseimbangan ekosistem laut,” ungkap Yudi.

Senin (9/1/17) malam, saat sandar di TPI Pandean, Situbondo, sebuah kapal layar motor (KLM) Sumber Laut, diamankan Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Jawa Timur, karena kedapatan membawa puluhan hiu serta sirip hiu yang telah dipotong. Saat diperiksa surat-suratnya, Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dimiliki sudah habis masa berlakunya pada Mei 2016 lalu. Sedangkan hiu yang ditangkap merupakan jenis hiu lanjaman jawa (Carcharhinus amblyrhynchoides) dan hiu martil (Sphyrna lewini).

“Kami amankan barang bukti kapal dan hiu hasil tangkapan ke Ditpolair Polda Jatim di Surabaya. Untuk nahkoda dan 2 awak kapal yang lain kami bawa dan sedang diproses,” kata AKBP Heru Prasetyo, Kasat Patroli Daerah, Ditpolair Polda Jawa Timur.

Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 93 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 1 tentang pengoperasian kapal penangkap ikan berbendera Indonesia tanpa memiliki SIPI. Menurut tim ahli BKSDA, pelaku tidak dapat dijerat dengan UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, namun hanya dijerat UU Perikanan.(Ptr/Red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.