Peningkatan Kapasitas Nelayan Ditengah Cuaca Ekstrem

Yovie Wicaksono - 10 February 2017
Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Peter MacArthur bersama Wagub Jawa Timur Saifullah Yusuf meninjau perkampungan nelayan di Bulak, Surabaya(foto : Superradio/Srilambang)

SR, Surabaya – Pemerintah diminta untuk membatu mencarikan solusi untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh para nelayan. Di Surabaya, nelayan merasakan dampak perubahan iklim berupa gelombang tinggi air laut dan angin kencang, yang membuat nelayan tidak dapat melaut untuk mencari ikan sehingga mempengaruhi perekonomian keluarganya.

Sarmuin, nelayan asal Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak mengatakan, cuaca dan kondisi laut yang tidak menentu menyebabkan tangkapan ikan menjadi berkurang, yang otomatis menurunkan pendapatan setiap harinya.

Cuaca buruk menyebabkan Sarmuin dan nelayan lain hanya mampu membawa uang Rp. 50 ribu. Padahal bila cuaca bersahabat, dirinya mampu membawa pulang uang antara Rp. 200 ribu  sampai Rp. 300 ribu.

“Ukuran perahu nelayan sini agak kecil, kalau pas cuaca buruk ya tidak berani melaut. Hasil tangkapannya juga tidak sama antar nelayan,” ujar Sarmuin yang biasa menangkap ikan kecil-kecil atau biasa disebut ikan bulu ayam.

Hasil tangkapan ikan juga tidak dapat langsung dijual karena butuh dijemur panas matahari. Kondisi kering mempengaruhi harga ikan yang lebih tinggi, sekitar Rp. 30 ribu per kilogram. Sedangkan kondisi basah dihargai Rp. 10 ribu per kilogram.

“Kalau musim gini susah, penjemuran tidak ada panas jadinya banyak tidak laku,” singkat Sarmuin.

Sementara itu Wasiatun baru selesai mencuci udang rebon miliknya dan siap untuk dijemur. Kondisi cuaca yang tidak menentu bahkan lebih sering hujan membuat udang tidak cepat kering. Padahal bila cuaca panas, udang butuh satu hari saja untuk dikeringkan. Sedangkan bila huja, butuh 2 hari minimal untuk mengeringkan udang rebon.

“Udang rebon ini dijual Rp. 15 ribu per kilogram ke pengepul, kalau dijual sendiri harganya Rp. 25 ribu dalam kondisi kering,” tutur Wasiatun.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menggandeng Kedutaan Besar Kanada, memfasilitasi penguatan ketangguhan masyarakat nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim di wilayah pesisir.

Program ini dilakukan dalam bentuk pemberian pelatihan untuk memberikan alternatif pekerjaan bagi perempuan nelayan secara khusus, sehingga mampu bertahan menghadapi dampak perubahan iklim.

Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Bambang Catur Nusantara mengatakan, penguatan kapasitas bagi nelayan menjadi alternatif ekonomi saat nelayan tidak bisa melaut dan menangkap ikan.

“Bisa pelatihan menjahit, perias tradisional, juga pengolahan produk hasil olahan ikan. Dengan demikian mereka tidak perlu ke pegadaian, berhutang atau menjual barang-barang untuk mencukupi kebutuhan,” kata Bambang Catur Nusantara.

Ketua Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jawa Timur, Misbahul Munir mengatakan, peningkatan kapasitas nelayan sangat dibutuhkan agar tetap bisa bertahan menghadapi persoalan ekonomi.

“Bila tidak bisa melaut, nelayan bisa tetap kuat secara ekonomi dengan melakukan aktivitas ekonomi lainnya dari hasil pelatihan-pelatiha,” kata Misbahul Munir.

Sementara itu Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Peter MacArthur menyatakan siap memfasilitasi kebutuhan masyarakat nelayan, saat menghadapi situasi sebagai dampak perubahan iklim.

“Pemerintah Kanada akan bersama-sama dengan partner di Indonesia yang mempunyai fokus terhadap pengelolaan resiko dampak perubahan iklim, yang dihadapi oleh nelayan,” kata Peter MacArthur.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf juga mendukung penguatan kapasitas nelayan, mengadapi dampak perubahan iklim. Terkait pengelolaan hasil tangkapan ikan, Saifullah Yusuf mendorong nelayan untuk tidak menjual seluruh ikan hasil tangkapan, serta mengelola sebagian ikan tangkapannya untuk menjadi produk yang memiliki nilai tambah.

“Nelayan supaya tidak menjual semua ikan, 50 persen dijual, 50 persennya diolah menjadi ikan kalengan, krupuk, abon, nugget, dan bakso,” kata Saifullah Yusuf.

Pembangun cold storage untuk penyimpanan ikan menjadi pertimbangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebagai antisipasi cuaca atau iklim yang tidak menentu dalam bentuk ikan beku.

“Perlu dilihat jumlahnya kalau cold storage, kalau mencukupi kita siapkan tapi kalau sedikit tangkapannya ya cukup dengan es batu,” ujarnya.

“Bantuan ke nelayan juga kami berikan berupa alat tangkap ramah lingkungan, mesin tempel untuk melaut, juga GPS untuk melihat dimana ikan itu berada. Termasuk mesin pengolahan ikan kita akan siapkan,” imbuh Heru Tjahjono, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur.(ptr/red)

Tags: , , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.