Dampak Ekonomi Kampung Lontong di Kota Pahlawan

SR, Surabaya – Ada kampung unik di kota Pahlawan yang dikenal dengan sebutan kampung lontong. Kampung yang hampir separuh penduduknya adalah pengrajin lontong ada di Banyu Urip Lor X, kota Surabaya.
Ketua Paguyuban Kampung Lontong, Muhammad Yunus mengatakan, kampung lontong telah memberikan pengaruh yang besar kepada warga setempat, utamanya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan sosial. “Beberapa orang mengakui dari hasil berjualan lontong, mereka bisa stabilkan ekonomi dan memenuhi kebutuhan hidup,” ujar Yunus, Selasa (7/2/2023).
Lontong yang ada di kampung ini, lanjut Yunus, didistribusikan untuk kuliner bermenu utama lontong. Seperti lontong balap, lontong kupang, lontong mie, lontong sayur, lontong kikil, lontong cap gomeh, gado-gado, sate dan bakso. Lontong juga didistribukan ke pasar di kota Pahlawan seperti pasar Keputran dan Darmo Trade Center (DTC). Jika pesanan, biasanya akan diambil oleh pembeli sendiri. “Selain bagi warga setempat, otomatis kampung lontong juga membantu perekonomian masyarakat Surabaya, terutama para penjual makanan yang bermenu utama lontong,” jelasnya.
Ditambahkan, cara membuat lontong tidaklah sulit. Dalam proses pembuatan lontong, setidaknya membutuhkan sekira dua sampai empat karung beras dan 200-500 helai daun pisang. Beras ditempatkan dalam bungkus daun pisang berbentuk elips dengan lubang di ujungnya agar beras tidak tumpah. Setelah bungkusan beras dimasukkan ke dalam daun pisang, direbus dalam panci besar hingga 4-5 jam.

Warga memiliki pilihan tersendiri untuk beras dan bungkus pisang. Dua merek beras yang digunakan sangat berbeda. Untuk daun pisang, mereka lebih suka menggunakan daun pisang klutuk. “Karena menggunakan daun pisang jenis lain, lontong tidak akan enak seperti biasanya. Lontong bisa jadi merah, bau dan rasanya pahit. Lontong sendiri bisa sampai satu atau dua hari,” kata Yunus.
“Setiap masyarakat berbeda dalam produk lontong yang mereka hasilkan, baik di kota Surabaya, Sidoarjo, Malang maupun di luar negeri seperti Hong Kong. Namun pemasok lontong juga memiliki kesepakatan dengan pemasok lontong lainnya, sehingga setiap pasar yang mereka bagi hanya mendapatkan dua sampai enam pemasok lontong,” imbuhnya.
Sementara itu, Ramijah, salah satu tokoh utama terbentuknya produksi lontong di Banyu Urip mengatakan, dahulu Banyu Urip Lor X dikenal sebagai “Bog Tempe”, atau penjual tempe. Namun, tempe ini tidak begitu laku sehingga beralih menjadi kampung lontong. “Masyarakat Banyu Urip lor, mulai memproduksi dan menjual lontong sejak1974 dan berkembang pesat di era 1998 hingga sekarang,” ujarnya.
Ramijah sendiri suka rela megajarkan keterampilan membuat lontong kepada tetangganya. Hal ini dilakukan, karena Ramijah melihat usaha produksi lontong memiliki peluang besar sebagai salah satu sumber pendapatan. “Saya ingin memberikan kontribusi baik dalam perjalanan sejarah. Kemudian, memberikan ide gagasan pada pemuda Banyu Urip Lor untuk mendirikan suatu organisasi yang akhirnya bersinergi dengan Pemkot Surabaya,” pungkasnya. (ag/red)
Tags: Eri cahyadi, kampung lontong, paguyuban kampung lontong, wisatas surabaya
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.