Surabaya Tak Masuk 10 Besar Kota Paling Toleran, Ini Alasannya

SR, Surabaya – Setara Institute telah merilis daftar kota paling toleran se-Indonesia dalam Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2023.
Dalam laporan tersebut, Singkawang, Bekasi dan Salatiga berhasil menduduki 3 besar kota paling toleransi, sedangkan Surabaya bahkan tak masuk dalam jajaran 10 besar.
Hasil ini turut disayangkan oleh Forum Beda Tapi Mesra (FBM). Ketua Umum Forum Beda tapi Mesra, Syuhada Endrayono mengatakan, dengan sekira 50 suku hidup berdampingan, harusnya kota yang identik dengan rujak cingurnya itu mampu masuk ke jajaran atas kota paling toleransi.
“Surabaya selama ini di nomor 17 padahal setelah kita studi banding ke Singkawang dan Salatiga itu mereka ingin belajar disini,” kata Syuhada Endrayono usai audiensi di DPRD Surabaya, Kamis (20/2/2025).
Syuhada menyebut, bentuk toleransi sebetulnya sudah tampak dari keramahan warga dan mulai banyaknya perayaan keagamaan yang diadakan pemerintah kota (pemkot) Surabaya. Sayangnya ada satu hal yang luput, yakni rumah ibadah.
Pada faktanya, masalah izin rumah ibadah, masih menjadi PR besar. Syuhada mengungkapkan, pembangunan tempat ibadah masih berdasar pada mayoritas, sedangkan bagi kaum minoritas hingga penghayat masih sulit mendapat perijinan.
Padahal, lanjutnya, sepatutnya Pemkot memfasilitasi hak ibadah seluruh warganya. Termasuk para penghayat kepercayaan.
“Tapi permasalahannya Surabaya ini tidak bisa beranjak dari urutan 17 itu karena faktor sulitnya perizinan tempat ibadah. Betapa susahnya orang mendidirkan tempat ibadah disini,” ungkapnya.
Untuk itu FBM hadir sebagai rumah keberagaman agama yang menyatukan perbedaan dan mengawal hak-hak bersama. “Kita ingin coba komunikasikan ke pak Walikota soal itu. Mudah-mudahan dengan ada FBM dan destinasi Taman Bhinneka ini bisa mendorong Surabaya menjadi kota percontohan dan paling toleransi di indonesia,” sebutnya.

Hal serupa disampaikan, Ketua Puan Hayati Pusat Dian Jennie Cahyawati. Menurutnya toleransi yang ditampilkan selama ini belum menyentuh akar persoalan.
“Kalau kita refleksi soal toleransi seakan banyak yang kita perbuat namun perjuangan itu sampai hari ini juga belum menyelesaikan masalah di negeri kita,” ucapnya.
Ia berharap, kedepan pemerintah mampu membuat kebijakan yang tidak menimbulkan diskriminasi pada keyakinan masing-masing suku bangsa.
“Di Indonesia bukan cuma ada 6 agama, tapi ada penghayat kepercayaan. Saya harap negara sebagai pemangku kebijakan mampu membuat kebijakan yang tidak lagi ada diskriminasi pada satu keyakinan suku bangsa,” pungkasnya. (hk/red)
Tags: Kota toleransi, Setara Institute, singkawang, superradio.id
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.