Jamu dan Generasi Muda. Dikonsumsi atau Ditinggalkan?

SR, Surabaya – Memperingati Hari Jamu Nasional yang jatuh pada 27 Mei 2023, tim riset dan pengembangan Super Radio melakukan survey yang melibatkan 50 responden di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan batas usia 17 – 25 tahun.
Hasilnya, sebanyak 72 persen responden mengaku diperkenalkan jamu pada usia 3-10 tahun, dan sisanya mengenal jamu pertama kali pada usia 11-18 tahun.
82 persen dari 50 responden ternyata masih mengonsumsi jamu hingga saat ini, lantaran jamu merupakan obat tradisional yang dirasa lebih aman, rasanya yang khas dan menyegarkan, murah, mudah untuk dibuat sendiri, serta untuk menjaga warisan tradisi nenek moyang.
Sedangkan 18 persen responden sudah tidak lagi mengonsumsi jamu dengan ragam alasan, mulai dari karena rasanya yang pahit, takut merusak ginjal apabila dikonsumsi terus menerus, hingga terbatasnya para penjual jamu di wilayah mereka tinggal.
Dalam survey ini, Super Radio juga mengetahui perspektif anak muda terhadap jamu dan eksistensinya pada saat ini. Hasilnya, 72 persen responden tidak setuju dengan ungkapan bahwa jamu adalah minuman orang tua atau minuman kuno.
Sementara sebanyak 28 persen dari responden setuju dengan ungkapan tersebut. Bahkan salah satu responden menyebut jamu lebih banyak diminum orang tua dibanding anak muda, jika ada yang minum itupun disebut atas saran dari orang tua.
Uniknya, meski tidak setuju dengan anggapan jamu adalah minuman kuno, namun dalam survey ini diketahui bahwa 70 persen dari responden lebih memilih mengonsumsi obat konvensional saat mengalami gejala sakit dengan pertimbangan lebih efektif dan cepat menyembuhkan dari pada jamu, lalu obat konvensional dianggap telah teruji oleh ahli farmasi dan medis, hingga siap pakai dan modern.
Sedangkan, 30 persen responden masih mengonsumsi jamu saat mengalami gejala sakit lantaran terbuat dari bahan alami dan tidak mengandung bahan kimia atau berbahaya, menjadi tidak ketergantungan dengan obat, hingga sebagai alternatif jika tidak bisa mengonsumsi obat.
Menariknya, meski berbeda pandangan tentang jamu, 100 persen responden sepakat bahwa tradisi minum jamu perlu dilestarikan, karena merupakan jati diri bangsa, dan untuk menjaga kesehatan.
Mereka juga berharap adanya inovasi jamu, mulai dari pengemasan hingga pemasaran jamu yang lebih masif agar lebih banyak dikenal dan menjadi obat tradisional andalan untuk mencegah hingga mengobati sakit. Begitu juga dengan sosialisasi kepada masyarakat terkait manfaat jamu dan informasi yang benar tentang jamu.
Tampilkan SemuaTags: Eksistensi jamu, generasi muda, Gerakan minum jamu, jamu, Minuman herbal, Rempah Indonesia, Tradisi nenek moyang
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.