Tim Advokasi Novia Widyasari Apresiasi Pemecatan Randy Bagus

SR, Surabaya – Tim Advokasi Keadilan untuk Novia Widyasari memberikan apresiasi kepada Polda Jawa Timur khususnya Bid Propam dan Komisi Kode Etik Polri yang menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Bripda Bagus Hari Sasongko.
Bripda Randy dipecat secara tidak hormat dari institusi kepolisian setelah menjalani sidang kode etik profesi di Mapolda Jatim, Kamis (27/1/2022).
Putusan yang terkait dengan meninggalnya Novia Widyasari di Mojokerto, 2 Desember 2021 lalu itu diberikan karena Bripda Bagus Hari Sasongko terbukti melanggar pasal 7 ayat (1) huruf b dan pasal 11 huruf c Perkap Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Polri.
“Tim Advokasi menegaskan akan memantau tindaklanjut dari putusan tersebut hingga akhirnya benar-benar dilaksanakan,” ujar tim advokasi keadilan untuk Novia yang juga salah satu kuasa hukum keluarga Novia, Jauhar Kurniawan.
Ia mengatakan, Tim Advokasi memandang bahwa pemberian sanksi etik ini menjadi salah satu langkah maju bagi terpenuhinya keadilan, khususnya bagi Novia Widyasari dan keluarganya.
Namun demikian, Tim Advokasi menyayangkan tindakan petugas Polda Jawa Timur yang melarang Tim Advokasi, sebagai kuasa hukum dari ibu Fauzun (ibunda Novia Widyasari) untuk masuk ke ruang sidang dan mendampingi ibu Fauzun yang dipanggil sebagai saksi dalam sidang.
“Tim Advokasi merekomendasikan kepada Polda Jawa Timur agar dalam pemeriksaan berikutnya dalam perkara yang lain, petugas menghargai dan menghormati kedudukan kuasa hukum untuk memberikan pendampingan dan bantuan hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia yang bersifat universal,” kata Jauhar.
Terkait penegakan kode etik profesi kepolisian, Tim Advokasi kembali mendorong agar Polda Jawa Timur melakukan pemeriksaan terhadap tidak adanya tanggapan dan penyelesaian atas laporan yang dilakukan oleh Novia Widyasari ke Propam Polres Pasuruan.
“Selanjutnya, diluar proses etik profesi yang telah melahirkan putusan PTDH ini, Tim Advokasi mengingatkan Polda Jawa Timur bahwa masih terdapat proses pidana yang harus diselesaikan secara tuntas, adil dan terbuka,” sambungnya.
Tim Advokasi meyakini bahwa aborsi yang dilakukan oleh Novia Widyasari adalah aborsi yang dilakukan tanpa persetujuan Novia, karena dilakukan atas desakan dan bujuk rayu Randy dan keluarganya, yang oleh karenanya maka Tim Advokasi mendorong adanya perubahan persangkaan pasal yang awalnya 348 KUHP yakni aborsi dengan persetujuan berubah menjadi 347 KUHP yakni aborsi tanpa persetujuan.
“Tim Advokasi juga mendorong adanya pendalaman dalam penyidikan guna menelusuri adanya kemungkinan untuk menjerat pihak-pihak lain yang seharusnya turut bertanggungjawab, termasuk kemungkinan pertanggungjawaban orang tua Randy, atas tindakan aborsi paksa Novia Widyasari hingga berujung pada kematiannya,” tandasnya.
Jauhar menambahkan, pihaknya meminta adanya tindaklanjut dan penelusuran atas informasi-informasi penting yang dapat diakses oleh penyidik dari handphone Novia yang saat ini berada di tangan penyidik.
“Sampai saat ini, Tim Advokasi memandang hal ini belum dilakukan, dibuktikan dengan belum adanya pemeriksaan terhadap teman-teman curhat Novia yang banyak berkomunikasi dengan Novia dan menerima informasi (termasuk tangkapan layar pembicaran Novia dengan sejumlah pihak) via chat Whatsapp,” imbuhnya. (*/red)
Tags: Bripda Bagus Hari Sasongko, Kasus aborsi, Keadilan, Novia Widyasari
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.