Refleksi Peristiwa 13 Mei dalam Kacamata Orang Muda

Yovie Wicaksono - 14 May 2023

SR, Surabaya – Menandai lima tahun peristiwa bom di Surabaya yang terjadi pada 13 Mei 2018, Idenera dan Roemah Bhineka Muda mengadakan diskusi dan refleksi dengan tema “Refleksi Peristiwa 13 Mei dalam Kacamata Orang Muda” bertempat di GKI Diponegoro Surabaya.

GKI Diponegoro dipilih menjadi lokasi peringatan, mengingat tepat pada 13 Mei 2019, bom menyasar gereja ini. Bom juga menyasar Gereja Katolik SMTB Ngagel, GPPS Arjuna dan Polrestabes Surabaya keesokan harinya.

Aktivis Roemah Bhinneka, Wicaksana Isa mengungkapkan, peringatan ini bukan untuk mengorek luka. Ia mengatakan, 13 Mei diperingati agar masyarakat mengingat nilai-nilai solidaritas yang tumbuh di antara warga Surabaya setelah peristiwa itu terjadi.

“Saat peristiwa itu terjadi, bergaung tagar Surabaya Wani. Tagar yang menggambarkan sikap masyarakat Surabaya yang tidak akan takut dengan teror, karena mereka punya solidaritas arek,” kata Isa.

Isa juga mengatakan, pengisi kegiatan ini semuanya anak muda dari berbagai komunitas. “Kami melibatkan anak muda dalam kegiatan ini karena anak mudalah yang akan merawat solidaritas di masa datang,” lanjut Isa.

Hadir dalam peringatan ini, Fenny Suryawati, penyintas bom yang menyasar Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuno. Bekas luka, terlihat jelas pada kedua tangannya. 

“Dengan peringatan ini kami sebagai penyintas ingin menyuarakan bahwa intoleransi itu membuat luka” kata Feny.

Untuk anak muda yang hadir dalam peringatan ini, ia berharap solidaritas perlu dipraktekkan dalam keseharian. Salah satunya dengan berempati dengan orang disekitar kita.

“Hanya dengan berempati kita bisa mewujudkan solidaritas,” tegas Fenny. 

Harapan senada juga diungkapkan Djadi Galajapo, warga Surabaya yang hadir. Ia meyakini solidaritas itu penting, namun hanya bisa diwujudkan dengan mau dengan suka rela meminta maaf bila kita salah. 

“Saya mengusulkan 13 Mei ini jadi hari  peringatan meminta maaf dan memaafkan atas kesalahan dan kekeliruan,” kata Djadi.

Djadi juga mengatakan, harus diakui bahwa kelompok mayoritas di Indonesia belum mampu melindungi kelompok minoritas.

Sekadar informasi, kegiatan ini diisi dengan musik akustik Halaman Pengelana, pembacaan puisi oleh Andreas Wicaksono dan pemutaran film berjudul Menggugah Ingatan yang disutradarai oleh Kevin Willyanto Leo. Acara ditutup dengan menyalakan lilin untuk mengheningkan cipta dan dilanjut doa lintas agama. 

Diikuti sekira 200 orang, peringatan 5 tahun Bom Surabaya 13 Mei, merupakan hasil kerjasama Idenera, Roemah Bhineka Muda,GKI Diponegoro, Gusdurian, Nera Academia, Fakultas Filsafat Widya Mandala Surabaya dan Religius Study Uinsa. (*/red)

Tags: , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.