Pemerintah Tegaskan Akan Tuntaskan Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

SR, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menegaskan, bahwa pemerintah ingin agar revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang saat ini sedang berproses segera dituntaskan. Sehingga aparat yang bertugas menanggulangi masalah terorisme bisa bertugas dengan ‘senjata’ memadai yaitu Undang-Undang.
“Banyak kejadian aparat keamanan melakukan langkah pencegahan itu selalu dituduh pelanggar HAM, tapi kalau sudah terjadi bom seperti yang ada di Kampung Melayu kita dikatakan kecolongan. Karena itu kita sampaikan ke masyarakat bahwa kita ingin agar revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang sekarang sedang berproses segera dituntaskan,” kata Menko Polhukam Wiranto, usai melaksanakan Rakortas membahas Terorisme dan Radikalisme, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Wiranto mengatakan, saat ini aparat yang bertugas menanggulangi masalah terorisme harus bertugas dengan ‘tangan diborgol’, tanpa ada satu senjata UU yang memadai. Hal ini membuat aparat kesulitan jika melakukan langkah preventif yang lebih keras dan lebih tegas, untuk menangkal aksi-aksi terorisme.
“Oleh karena itu, setelah ini kita akan berbicara langsung dengan teman-teman di DPR karena UU ini sudah kita ajukan pada bulan Oktober 2016 dan sampai sekarang belum tuntas,” kata Wiranto.
Menurutnya, terorisme tidak akan menunggu sampai revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme selesai. Untuk itu, UU ini harus diselesaikan untuk bisa menanggulangi aksi mereka.
Wiranto menjamin, bahwa revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bukan ditujukan untuk masyarakat sipil, tetapi betul-betul ditujukan pada aksi terorisme dan jaringannya. Selain itu, ia juga menjamin bahwa kekhawatiran UU ini akan disalahgunakan tidak akan terjadi, karena tanpa UU yang keras maka untuk melawan teroris akan sulit dilakukan.
Dikatakan, negara lain saat ini sudah menggunakan UU yang sangat keras, bahkan negara tetangga Indonesia masih menggunakan internal security act, istilahnya UU Subversi di masa lalu yang sudah dihapuskan. Misalnya, jika ada 5 orang kumpul, ngomong tidak jelas akan ditangkap.
“Tentu kita tidak akan seekstrim itu, tapi paling tidak kalau sudah ada indikasi, penggunaan-penggunaan atribut yang menjurus pada radikalisme, ujaran-ujaran kebencian yang menjurus ke radikalisme, harus bisa ditangkap, dan UU kita belum mengarah ke sana,” kata Wiranto.
Untuk itu, pemerintah bersama dengan DPR akan berjuang untuk menggolkan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menko Polhukam mengingatkan, aksi teror yang dihadapi saat ini menggunakan segala cara dalam kehidupan masyarakat, dan harus dilawan dengan cara yang cukup keras, cukup tegas, namun dalam koridor hukum yang sudah disepakati bersama.
Terkait dengan aksi terorisme yang terjadi di Kampung Melayu pada Rabu (24/5/2017) lalu, pemerintah menyimpulkan bahwa aksi tersebut bukan dilakukan secara perorangan, melainkan sudah merupakan satu jaringan yang terorganisir. Pemerintah melalui aparat penegak hukum yang menanggulangi masalah terorisme, akan mengejar dan menuntaskan pelaku dari bom di Kampung Melayu tersebut beserta jaringannya.
“Hal ini membutuhkan kerjasama yang cukup berat dan kita butuh bantuan masyarakat, karena aksi terorisme itu korbannya juga masyarakat dan yang rugi juga masyarakat. Karena itu, kita ajak masyarakat ikut serta bagaimana menanggulangi masalah terorisme ini, dan kedepan bagaimana kita mencegah aksi mereka masyarakat juga ikut dilibatkan,” tandas Wiranto.(ns/red)
Tags: dukung, memberi rasa aman, pemerintah, penegakan hukum, revisi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.