Pemerintah Harus Segera Kembangkan Potensi Energi Baru dan Terbarukan
SR, Surabaya – Kemajuan jaman dan penambahan jumlah penduduk di dunia membawa dampak pada peningkatan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, yang juga berkaitan dengan pemakaian energi.
Kondisi seperti ini menjadi ancaman global terbesar yang dihadapi oleh seluruh penduduk dunia, dimana air, energi, pangan dan sumber daya lainnya merupakan penentu kekuatan sebuah negara atau bangsa, sekaligus menjadi defisit karena menjadi sumber daya yang diperebutkan.
Menurut Purnomo Yusgiantoro, masyarakat dunia sampai saat ini masih menjadikan minyak bumi sebagai andalan utama, meski dipastikan sumber energi fosil itu akan habis dan tidak akan bisa diperbarui.
“Pemerintah dan generasi penerus bangsa khususnya dunia pendidikan, harus sudah mulai mengembangkan potensi penggunaan energi baru terbarukan (EBT), kata Purnomo saat menjadi pembicara pada Seminar Ketahanan Energi, mengangkat topik “Dinamika Energi Global dan Ketahanan Energi: Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan” yang dilaksanakan di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Selasa (14/3/2017).
Ketersediaan atau ketahanan energi suatu bangsa menjadi syarat mutlak ketahanan nasional dan geopolitik Indonesia. Melalui ketahanan energi, Negara mampu merespon dinamika perubahan energi global, kemudian mampu menjamin ketersediaan energi dengan harga yang wajar, sehingga itu menghasilkan kemandirian energi suatu bangsa.
“Kemandirian energi yang dimaksud ialah, jaminan pasokan energi seperti energi fosil yang nantinya berkembang menjadi EBT. Akses terhadap energi berdasarkan letak geografis Indonesia, serta harga keekonomian energi yang diwujudkan melalui pemberian subsidi langsung dari pemerintah,” papar Purnomo.
Pemerintah diharapkan bersedia memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk pilihan terakhir yang nantinya akan dikembangkan menjadi energi yaitu nuklir.
Menurut UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi, potensi penggunaan Energi Baru adalah berasal dari Nuklir, Hidrogen, Coal Bed Methane (CBM), Liquified Coal, dan Gasified Coal, sementara Energi Terbarukan berasal dari panas bumi, Bioenergi, tenaga surya dan hidro.
“EBT memang harus dikembangkan kedepannya, jika dikembangkan, maka intervensi dari pemerintah itu penting. Karena jika EBT bersaing dengan non EBT seperti bensin, batu bara, atau pipa gas yang sudah jelas ada lebih dulu pasti penggunaan EBT kalah. Kalau market EBT tidak jalan maka harus ada intervensi ekonomi seperti penerapan kebijakan harga instrumen ekonomi yang efektif dan non ekonomi seperti penerapan pajak,” tegas Purnomo.
Sementara itu Dwi Harry dari Dewan Energi Nasional menyebut potensi Energi Baru Terbarukan yang saat ini masih sangat sedikit dilirik, baik oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan. Padahal total Energi yang di dapat dari PLTA, PLTM/ H, tenaga surya, angin, energi laut, dan panas bumi yang dihasilkan sebesar 443,2 GW,
“Namun saat ini hanya 8,80 GW saja yang digunakan, dan itu hanya 2 persen dari potensi yang ada,” ujar Dwi Hary.
Sedangkan Herman Darnel selaku Ketua Dewan Pakar METI, Ketua dan Pendiri ICESS, memaparkan materi potensi Energi Terbarukan (ET). Ia menyatakan bahwa kunci berkembangnya ET adalah tersedianya kandidat proyek siap bangun yang cukup, dan regulasi harga yang menarik.
“Hal ini bisa dikembangkan melalui strategi pengembangan sumber ET besar yang diintegrasikan dan di sinergikan dengan pengembangan industri,” kata Herman.
Ia memberi contoh proyek hidro dan geothermal yang bisa dimanfaatkan untuk smelter, sehingga pemerintah perlu turun tangan menyiapkan kandidat proyek dengan membiayai survey yang dilakukan.
“Dalam kebijakan dan Rencana Umum Energi, seyogyanya yang ditetapkan adalah sasaran ET saja bukan EBT (dengan PLTN),” tutupnya.
Saleh Abdurrahman dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pemerintah saat telah mempunyai rencana strategis untuk mengendalikan volume dan subsidi BBM, yaitu dengan meningkatkan penegakan implementasi Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM agar penggunaan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.
Selain itu juga dilakukan peningkatan program konversi BBM ke gas, meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi, dan serta melakukan sosialiasi penghematan energi yang dilakukan terus menerus, baik ke sektor rumah tangga, transportasi, industri, dan komersil.
“Untuk mewujudkan pembangunan energi yang berkeadilan, pemerintah menerapkan subsidi energi yang lebih adil dan tepat sasaran, dan menjaga iklim investasi sektor ESDM,” tandasnya.(ptr/red)
Tags: energi baru, energi terbarukan, inovasi, ketahanan energi, pemanfaatan energi nasional
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.