Mengenal Tiga Gaya Wayang Gedhog Madura yang Hampir Punah
SR, Surabaya – Wayang gedhog gaya Madura yang menggambarkan kisah cinta Panji dan Dewi Sekartaji, kini mulai langka dan terpisah dari daerah asalnya. Hanya segelintir koleksi wayang gedhog gaya Madura yang masih tersisa, tersebar di beberapa tempat di Indonesia dan luar negeri. Koleksi ini kini hanya dapat ditemukan di Keraton Kasunanan, Gedung Negara Yogyakarta, dan sebagian lainnya berada di Yale University, Amerika Serikat.
Budayawan Kedaton Ati, Wejoseno Yuli Nugroho, yang kerap disapa Seno, mengaku menemukan jejak manuskrip yang berasal dari era Tumenggung Raden Arya Condronegoro di Madura. Dalam catatan tersebut, terdapat sejarah yang menyebutkan bahwa wayang gedhog terakhir di Madura pernah dijual kepada seorang Tionghoa di Sumenep, yang kemudian membawa koleksi tersebut ke Yale University. Wayang ini memiliki ciri khusus, yakni boneka yang sudah kuno dengan manuskrip tulisan Cina pada bagian bawahnya.
“Saya menemukan manuskrip pada masa tumenggung Raden Arya Condronegoro yang menjadi jejak wayang gedhog Madura dijual kepada salah seorang Tionghoa yang kemudian dijual ke Yale University,” terangnya.
Selain dari kisah cerita yang diangkat, Purwa menceritakan Mahabarata dan Ramayana sementara Gedhog menceritakan Panji, perbedaan mendasar antara wayang gedhog dan wayang purwa terletak pada busana tokoh-tokohnya. Tokoh Panji dalam wayang gedhog mengenakan rampek (celana atau bawahan busana), tekes (penutup kepala), dan membawa keris.
Seno menjelaskan bahwa wayang gedhog gaya Madura juga terbagi menjadi tiga sub-gaya berbeda.
Pertama, seperti yang ada di Keraton Surakarta dengan ciri ukurannya nyaris sebesar wayang purwa normal, tatahannya harus dan proporsi tubuhnya langsing-langsing yang dibawa dari Sampang pada pernikahan Pakubuwono IV dengan putri Madura, Raden Ajeng Handaya dengan Raden Ajeng Sakaptina.
Kedua, gaya Bangkalan, ukirannya lebih sederhana, ukurannya lebih pendek dan proporsi badannya lebih gemuk. Cenderung seperti wayang jawa timur. Wayang ini sekarang tersimpan di Yale University.
Ketiga, Kidangkencana, relatif masih lengkap karena ditemukan dalam kondisi satu kotak dan nyaris lengkap di gedung negara Yogyakarta. Memiliki proporsi langsung, ukiran halus dan ukurannya lebih kecil.
Namun, kepunahan wayang secara umum semakin dirasakan di daerah asalnya sendiri. “Di Madura, dalang wayang hanya tersisa satu orang, dan pementasannya hanya dilakukan sekali dalam setahun. Koleksinya pun hanya satu yang tersimpan di Vihara Avalokitesvara, Pamekasan,” ujar Seno dengan keprihatinan.
Seni wayang, khususnya wayang gedhog kini berada di ambang kepunahan di Madura. Seno berharap bahwa upaya pelestarian warisan budaya ini dapat terus dilakukan, sehingga nilai-nilai luhur dalam wayang gedhog tetap hidup di tengah generasi muda dan tidak tergerus oleh perubahan zaman. (nio/red)
Tags: hampir punah, keraton kasunanan, madura, superradio.id, wayang gedhong
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.