Masa Depan Anak diambang Tipuan Judi Online

Rudy Hartono - 2 July 2025
Ilustrasi - Angka anak tersangkut judi online di Jawa Timur tinggi. Apa penyebabnya dan bagaimana mencegahnya. (net)

 SR, Surabaya – Persoalan judi online (judol) masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintahan Indonesia. Tak hanya menyasar orang dewasa, kini judol juga mengincar anak-anak. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Juli 2024 menunjukkan pemain judi online berusia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen dari total pemain saat ini dengan total 80.000 orang.

Sebaran pemain usia antara 10 tahun sampai 20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13 persen atau 520.000 orang. Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40 persen atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34 persen dengan jumlah 1.350.000 orang.

Tak hanya itu, PPATK mencatat, pada kuartal I-2025 jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.

Data penyebaran judi online (foto: hamidiah kurnia/superradio.id)

Temuan ini tentu sangat mengkhawatirkan. Fakta mencengangkan tersebut menunjukkan bagaimana penyebaran judi online mulai menyasar dan menghancurkan masa depan generasi banga. Bukan hanya ekonomi, namun juga kejiwaan. Lantas bagaimana penyebarannya di Surabaya dan Jawa Timur?

Data Rumah Sakit Jiwa Menur Jatim mencatat terjadinya peningkatan signifikan pada jumlah pasien judi online. Wakil Direktur Penanganan Dan Perawatan dr. Rifatul Hasna MS menyebut, hingga Mei 2025 ada 85 pasien judi online dengan usia termuda 14 tahun. Jumlah ini berpotensi meningkat dua kali lipat dibanding tahun lalu. Dimana pada 2024 jumlah pasien judi online hanya mencapai 68 orang.

“Tahun 2024 hanya 68 pasien judol, sekarang sampai Mei sudah 85, itu rumah sakit kami, belum yang diluar. Karena kita rujukan Jatim pasti seluruh Jatim. Bahkan tadi saya dapatkan itu dari Jawa Barat, ada yang konsultasi rawat jalan kesini, Kalimantan juga ada,” ujarnya.

Hasna menjelaskan, kebanyakan pasien judol berjenis kelamin laki-laki dan punya keterkaitan dengan NAPZA yakni narkotika, psikotropika, serta bahan adiktif lainnya, baik zat alami atau sintetis. Total sekira 50 persen memiliki kecenderungan yang sama. “Ternyata ketika kita gali, mereka itu tidak hanya pakai NAPZA tapi mereka juga melakukan judi online. Ada keterkaitan. Jadi kalau pasien NAPZA kami menyebutnya habis pakai NAPZA digunakan judi. Karena mereka merasa lebih percaya diri, lebih semangat percaya akan menang,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan penyebab judol yang diderita pasien anak kebanyakan karena terpengaruh lingkungan. Usia anak yang masih labil rentan dimanfaatkan terutama jika terseret pergaulan yang salah. Hal ini makin parah ketika pasien mulai mencoba Napza. “Penanganan ini kami tidak bisa sendiri, dan judol juga bukan hal yang baru. Ada yang coba-coba, ada yang ditawari teman, mulainya dari sana,” jelasnya.

Tampilkan Semua

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.