Kelompok Intoleran Ditengarai Dibalik Penolakan Patung Dewa di Klenteng Tuban

Yovie Wicaksono - 7 August 2017
Aksi menolak patung dewa Kwan Kong di Klenteng Tuban, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur (foto : Superradio/Srilambang)

SR, Surabaya – Puluhan orang dari sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di Jawa Timur berunjukrasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, di Surabaya, Senin (7/8/2017). Massa aksi menuntut pembongkaran patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen atau Kwan Kong di Klenteng Kwan Seng Bio, Tuban.

Patung setinggi 30 meter itu, menurut massa aksi yang tergabung dalam Boemi Poetra Menggugat, menuntut perobohan patung Kwan Seng Tee Koen, karena tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, dan mengalahkan simbol-simbol nasionalisme bangsa Indonesia.

Koordinator Aksi, Didik Muadi mengutarakan, pendirian patung dewa perang Kwang Kong dinilai menjadi bentuk penguasaan bangsa tertentu terhadap Indonesia, khususnya di Tuban. Patung yang diresmikan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan itu dianggap merendahkan martabat bangsa dan pahlawan nasional yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

“Kalau mereka membuat patung persembahan, ya tidak setinggi itu. Okelah, maksimal dua meter dan harus di dalam, ini kan seakan-akan dia mengatakan bahwa dewa saya sudah menguasai Tuban,” seru Didik Muadi.

Didik Muadi meminta pemerintah membongkar atau merobohkan patung itu, terlebih pendirian patung belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Selain itu, protes terhadap patung di Klenteng Tuban, kata Didik, akan menjadi pintu masuk menggugat patung-patung lain di Indonesia yang tidak sesuai nilai budaya bangsa.

“Ini kan pintu masuknya kita akan menggugat semua patung-patung yang ada di Indonesia yang tidak berbudaya bangsa. Banyak pahlawan-pahlawan besar kita, kenapa tidak dibuatkan patung. Kalau seperti ini kan kita sebagai anak bangsa ini kecewa,” kata Didik.

Polemik dan penolakan patung Dewa Kwan Kong di Klenteng Tuban, menurut Ketua Pengurus Daerah Perhimpunan Indonesia Tionghoa (PITI) Jawa Timur, Gatot Santoso, merupakan bentuk salah persepsi sebagian orang yang belum memahami siapa sosok Dewa Kwan Kong yang dihormati oleh umat Khonghucu.

“Itu disalah persepsikan bahwa itu jenderal, yang kita puja itu bukan jenderal perangnya. Yang kita puja dan kita hormati itu adalah kesetiaannya, kesetiaannya kepada kemanusiaan, dia sangat membela keadilan. Nah itu yang kita puja, bukan perangnya itu,” ujar Gatot.

Aan Anshori, aktivis muda NU dan Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), mengatakan, sel ISIS diduga berada dibalik penolakan patung di Klenteng Tuban, bersama kelompok intoleran yang ada di Jawa Timur.

“Hanya Islam faksi ISIS saja yang kerap kali merasa dirinya terintimidasi dengan patung, dan saya menduga bahwa sel-sel ISIS yang lagi tidur di Jawa Timur, ini berada di balik upaya penolakan patung yang ada di Tuban,” kata Aan.

Aan meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk waspada terhadap munculnya benih-benih perpecahan yang ditaburkan oleh kelompok intoleran dan ISIS yang menghendaki negara hancur.

“Pemerintah, aparat hukum, aparat militer, harus mewaspadai hal ini, karena saya kira sel-sel tidur ISIS di Jawa Timur ini tengah beroperasi dan menggandeng kelompok-kelompok intoleran dengan mengusung isu-isu identitas yang itu membahayakan,” ujar Aan.

Sementara itu anggota Komisi A DPRD Kabupaten Tuban, Abu Cholifah mengatakan, permasalahan terkait penolakan patung di Klenteng Tuban, hanya dari masyarakat diluar Tuban.

Abu Cholifah yang merupakan Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Tuban mengatakan, masyarakat Tuban tidak keberatan dengan patung tersebut.

“Masyarakat Tuban sendiri kan sebetulnya sampai saat ini tidak ada persoalan, karena itu pembangunannya kan sudah lama sebetulnya. Artinya tidak ada masalah pada waktu diresmikan saja, sebelum pembangunan mereka sudah tahu, terutama di sekitar itu tidak mempermasalahkan itu. Ya mungkin dipolitisir itu kan kepentingan mereka, kalau masalah Tuban, gak ada yang berusaha untuk kesana (mempolitisir),” terang Abu Cholifah.

Polemik tentang patung dewa di Klenteng Tuban, lanjut Abu, terkait konflik internal pengurus Yayasan Klenteng, yang membuat IMB pembangunan patung belum bisa diberikan.

“Kemarin yang sempat menjadi polemik itu masalah di IMB (izin mendirikan bangunan), itu setiap bangunan yang ada di Tuban itu kan harus mempunyai IMB, nah berhubung disana itu ada konflik internal dalam hal pengelolaan klenteng itu, yang dalam bentuk Yayasan, sampai sekarang itu. Karena belum menyelesaikan persoalan internal mereka, sehingga IMBnya itu juga tidak bisa dikeluarkan, dipending, karena yayasan yang ada itu masih bermasalah,” jelas Abu. (ptr/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.