Deputi KemenPPPA: Modus dan Sasaran TPPO Terus Meluas

Yovie Wicaksono - 31 July 2023
Ilustrasi. Foto : (THINKSTOCKPHOTOS)

SR, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong kolaborasi lintas sektor untuk melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang modus dan sasarannya terus meluas. Jika sebelumnya pelaku banyak mengincar masyarakat kelas ekonomi rendah, kini masyarakat berpendidikan juga mulai banyak diincar.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati menyampaikan, saat ini TPPO tidak hanya menggunakan modus pekerja migran, melainkan menjerat korban dengan iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, penjualan organ (ginjal), hingga pendapatan instant melalui online scamming (judi online).

“Kasus TPPO melibatkan banyak sindikat dengan jaringan yang besar dan luas, cakupannya bisa lintas batas negara, sehingga butuh kolaborasi lintas sektor dalam penanganannya. Pelaku TPPO juga seringkali mengiming-imingi korban dengan pekerjaan melalui rekrutmen sebagai pekerja migran, memanfaatkan kerentanan-kerentanan masyarakat seperti kemiskinan,” kata Ratna.

“Namun, karakteristik korban mengalami pergeseran di mana pelaku tidak hanya menyasar orang dengan tingkat Pendidikan rendah, tapi orang dengan Pendidikan tinggi. Modusnya bermacam-macam mulai dari iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, hingga pendapatan instant melalui online scamming,” sambungnya.

Ia mengatakan, maraknya kasus perdagangan orang yang terjadi mendorong pemerintah untuk lebih waspada dan meningkatkan komitmen untuk memberantas TPPO. Hal ini karena dampak negatif yang ditimbulkan dari perdagangan orang sangat dirasakan pada korbannya yang dieksploitasi secara fisik, seksual, ekonomi, maupun pemerasan dan manipulasi.

“Di banyak kasus yang terjadi, teknologi bahkan dimanfaatkan oleh pelaku dalam setiap fase eksploitasi, mulai dari perekrutan, pengiklanan korban, bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara online,” kata Ratna.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, tercatat dari tahun 2020 hingga 2022, terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan. Data tersebut menunjukkan sebanyak 96 persen korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak.

Ketua Jaringan Nasional TPPO, Rahayu Saraswati mengatakan, saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk ke dalam tier II dalam mencegah dan menangani TPPO. Menurutnya, hal ini harus ditangani secara serius, jangan sampai turun ke tier III.

“Kita semua harus antisipasi dan khususnya mencegah agar Indonesia tidak masuk dalam tier III karena jika itu terjadi maka Indonesia tidak akan mendapatkan bantuan internasional jika terjadi bencana nasional. Fasilitas bagi korban TPPO juga masih sangat terbatas, contohnya rumah aman untuk korban baru hanya ada satu di Jakarta. Selain itu, pidana bagi pelaku TPPO dapat dimaksimalkan melalui revisi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Upaya tersebut bertujuan untuk memaksimalkan hukuman bagi pelaku TPPO dan perlindungan bagi korban, agar perdagangan orang yang dioperasikan secara sistemik benar-benar bisa ditangani dan diberantas,” kata Rahayu. (ns/red)

Tags: , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.