Pemprov Jatim Dukung Pemasangan Alat Pendeteksi Gempa di Empat Kabupaten

Yovie Wicaksono - 24 February 2020
Ilustrasi Gempa. Foto : (Istimewa)

SR, Surabaya – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) mendukung pemasangan seismograf atau alat pendeteksi gempa teknologi terbaru di empat kabupaten yakni Malang, Ponorogo, Pamekasan, dan Sumenep oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

“Jatim sebelumnya sudah ada 28 alat pendeteksi gempa, sehingga kalau ditambah empat jadi 32 alat,” kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa usai pertemuan dengan BMKG di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (24/2/2020).

Khofifah mengaku, bentuk dukungan bukan hanya memastikan titik lokasi yang dianggap ideal, tetapi juga pengawasan alat, sehingga tidak rusak atau hilang. 

“Alat ini bertenaga solar cell jadi butuh lokasi yang padat berbatu, itu tidak sulit. Tapi yang terpenting adalah menjaga supaya baterai alat ini tidak rusak atau hilang,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pengawasan pasca pemasangan, menurut Khofifah harus dilakukan secara berkala oleh petugas resmi atau relawan, mengingat fungsi alat pendeteksi ini sangat penting. 

“Relawan dibutuhkan untuk menjaga alat ini sesuai pesan Kepala BMKG, yaitu alat ini jangan sampai beralih fungsi apalagi hilang,” terangnya. 

Diharapkan, dengan penambahan jumlah alat deteksi, akan mampu mengurangi risiko korban jiwa, melalui kecepatan, ketepatan, serta akurasi informasi perihal akan datangnya bahaya gempa. 

“Alat ini lebih canggih dari alat sebelumnya, karena mampu mendeteksi gempa potensi tsunami dalam 3-4 menit saja, sedangkan alat sebelumnya kecepatan penyampaian informasi mencapai 5 menit,” imbuhnya.

Sementara Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menuturkan, kecepatan merupakan hal penting karena selama ini sistem yang dirancang pada 2018 belum mampu mengidentifikasi potensi gempa yang mengakibatkan tsunami hingga dua menit setelah guncangan. 

“Ternyata di Palu tsunami terjadi 2 menit setelah guncangan gempa,” terangnya.

BMKG berharap bisa menyusul Jepang dalam pemutakhiran rentang waktu tiga menit pasca gempa. 

“Kita akan mengejar teknologi yang dipakai Jepang,” tandasnya. 

Ia mengatakan, agar bekerja akurat dan valid,  alat harus dipasang pada batuan keras. Jika pemasangan pada tanah, akan mempengaruhi tingkat akurasi, sehingga berpotensi error dan hanya bisa memfilter maksimal 30 persen informasi dini.

“Kami upayakan memasang di batuan keras, tidak harus ngebor ke bawah biasanya tersingkap di permukaan,” sambung Dwikorita.

Dia mengimbau, setelah pemasangan, alat tersebut mendapat pengawasan agar tidak dirusak, alat pendeteksi gempa BMKG bisa disimpan di ruang kos seluas 4×4 meter berpagar. Namun biasanya yang paling sering dirusak adalah bagian solar panel mengingat alat ini bertenaga surya.

“Dengan seismograf, BMKG bisa memantau daerah mana saja yang berpotensi diterpa gempa paling kuat. BMKG bisa melakukan perkiraan tergantung titik-titik yang diawasi,” imbuh Kepala Pusat Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Bambang Setyo Prayitno.

Seluruh hasil monitoring seismograf, tidak hanya bisa dipantau di BPBD tapi juga bisa diakses melalui aplikasi WRS BMKG sebagai pusat informasi khusus gempa dan tsunami. Serta informasi BMKG sebagai multi hazard dan early warning system terkait bencana tsunami, cuaca ekstrem dan multi ekstrem. 

“Jika dipasang alat pendeteksi, kita tahu daerah mana yang berpotensi gempa paling kuat,” ucapnya. (*/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.