Masyarakat Lintas Agama dan Etnis di Surabaya Siap Pertahankan Pancasila dan NKRI

Yovie Wicaksono - 18 May 2017
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjadi pembicara dalam Dialog Kebangsaan yang digelar di Surabaya (foto : Superradio/Srilambang)

SR, Surabaya – Aliansi Kebangsaan Arek Suroboyo menyelenggarakan Dialog Kebangsaan yang menghadirkan pembicara tunggal, yaitu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj. Dialog Kebangsaan yang dihadiri ratusan orang dari berbagai kelompok keagamaan, penghayat kepercayaan, kelompok-kelompok lintas iman, serta masyarakat umum, membahas berbagai persoalan kebangsaan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.

Beberapa isu yang dibahas diantaranya mengenai disintegrasi bangsa, kerukunan antar umat beragama, kesatuan bangsa yang harus dikuatkan, kemajemukan bangsa Indonesia, serta mengenai adanya upaya mengganti bentuk negara Indonesia menjadi khilafah atau negara agama.

Paham radikal dan intoleran yang muncul terang-terangan akhir-akhir ini di Indonesia, yang banyak diikuti oleh generasi muda masa kini, harus diwaspadai dan disikapi secara serius. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj mengatakan, paham radikal dan intoleran tidak dapat dilepaskan dari penyebaran paham itu secara masif di berbagai sendi kehidupan. Penyebaran paham radikal dan intoleran salah satunya masuk melalui tempat ibadah, melalui khotbah di masjid-masjid yang seharusnya dapat dikontrol oleh Dewan Masjid Indonesia. Saat ini Dewan Masjid Indonesia diketuai oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Khotbah itu kan harus mengingatkan masyarakat atau jamaah agar lebih bertaqwa, berakhlak, beribadah dengan baik, bukan caci maki, khotbah kok caci maki. Kalau pidato diluar khitbah, ya itu terserah you-lah, kalau mau caci maki orang diluar khotbah. Kalau yang khotbah Jumat, gak sah sholat Jumatnya,” terang KH Said Aqil Siradj, di Surabaya, Kamis (18/5/2017).

Masyarakat Indonesia diminta untuk kembali kepada prinsip dasar dalam bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut Said Aqil Siradj, Pancasila merupakan ideologi bangsa yang sangat sesuai dengan prinsip Islam.

“Ya mari kembali kepada prinsip yang sudah kita sepakati bersama, yaitu Pancasila. Kalau masing-masing akan menonjolkan (ideologi) masing-masing ya begini jadinya. Pancasila itu sudah mengandung nilai-nilai Islam, kalau kita bicara Islam. Ketuhanan, persatuan ukuwah, keadilan, kebangsaan, kemudian musyawarah, semua prinsip Islam semua, yang bertentangan apanya sih,” kata Said Aqil Siradj.

Nahdlatul Ulama kata Said Aqil Siradj, akan tetap mendukung Pancasila dan pilar kebangsaan lainnya, dari ancaman masuknya paham lain yang bertentangan dengan prinsip berbangsa dan bernegara di Indonesia.

“Saya akan selalu menjaga, mengawal, bersama-sama warga NU dimana pun berada, kyai-kyai, akan menjaga keutuhan dan keselamatan NKRI dan Pancasila,” ujarnya.

Sementara itu menurut Tokoh agama Tao di Surabaya, Sidharta Adhimulya, masyarakat harus berani bangkit dan melawan segala bentuk gerakan menjadikan Indonesia sebagai negara agama, karena berdirinya Indonesia ditentukan oleh keberagaman yang ada di dalamnya, seperti budaya, agama dan keyakinan, serta suku di dalamnya yang beraneka ragam. Penghormatan atas perbedaan itu yang harus dijunjung bersama.

“Jadi segala yang terkait dengan nilai-nilai adiluhung nusantara itu berusaha dihilangkan. Jangan sampai kemudian orang Jawa sungkem (hormat sambil mencium tangan) sama ayah ibunya itu diharamkan, kemudian pakai konde (gelung rambut) atau apa dikatakan itu haram,” ujar Sidharta.

Perwakilan dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur, Tofan Hidayat mengungkapkan, kemerdekaan yang diraih Indonesia adalah buah dari perjuangan semua elemen bangsa, tanpa melihat suku, agama, dan bahasa yang berbeda-beda. Semua suku dan agama di Indonesia punya jasa yang sama terhadap terbentuknya negara Indonesia merdeka.

“Karena Indonesia merdeka itu, segala suku, segala agama itu ikut berjuang, jadi kita ini mau satu keutuhan bangsa ini,” tutur Hidayat.

Munculnya gesekan di masyarakat yang didasari persoalan perbedaan satu sama lain, harus segera diminimalisir, untuk mencegah terjadinya konflik di masyarakat. Masalah kesenjangan ekonomi, serta kurang meleburnya satu elemen masyarakat dengan elemen yang lain, menjadi isu yang dihembuskan untuk memecah belah bangsa Indonesia saat ini.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Hasan Bisri mengungkapkan, seluruh elemen bangsa harus bersatu padu melakukan berbagai kegiatan yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti melakukan banyak kegiatan sosial bersama-sama, tanpa melihat latar belakang dan tingkat ekonomi seseorang.

“Kita dapat melakukan kegiatan bersama-sama, dengan membantu korban bencana bareng-bareng sesama warga, ada yang muslim, non-muslim, ada yang pengusaha, ada yang bukan pengusaha. Kegiatan sosial-sosial yang lain di daerah-daerah yang sangat membutuhkan, itu sangat baik dan mengena sekali dalam rangka menjaga keutuhan bangsa, menjaga Bhinneka Tunggal Ika, menjaga hubungan sosial kemasyarakatan ini agar tidak terjadi gesekan,” ujar Hasan Bisri.(ptr/red)

Tags: , , , , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.