SR, Surabaya – Dokter spesialis kandungan, Ivander Ramon Utama mengatakan, sindrom down (down syndrome) atau mongoloid adalah kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Setelah down syndrome, kelainan kromosom lain yang sering pula terjadi adalah sindrom Edward dan sindrom Patau.

“Itu artinya, masih ada ratusan sindrom kelainan kromosom lainnya yang angka kejadiannya amat sangat jarang,” tambah Ivander.

Secara definisi, down syndrome adalah kondisi seseorang yang memiliki kromosom ekstra. Kromosom adalah “paket” kecil gen dalam tubuh. Kromosom menentukan bagaimana tubuh bayi terbentuk dan berfungsi saat tumbuh selama kehamilan dan setelah lahir.

Biasanya, bayi lahir dengan 46 kromosom. Namun, bayi dengan down syndrome memiliki salinan ekstra dari salah satu kromosom ini, yaitu kromosom 21. Istilah medis yang memiliki salinan ekstra kromosom adalah trisomi. Maka dari itu, down syndrome juga sering disebut sebagai Trisomi 21. Salinan ekstra ini mengubah cara kerja bayi serta perkembangan tubuh dan otak. Hal ini dapat menyebabkan tantangan mental dan fisik bagi bayi.

Ivander menambahkan, down syndrome adalah kondisi seumur hidup. Kondisi ini akan memengaruhi kemampuan anak untuk belajar dengan cara yang berbeda, dan sebagian besar memiliki disabilitas intelektual ringan hingga sedang.  Anak-anak dengan kelainan kromosom down syndrome dapat belajar mengembangkan keterampilan sepanjang hidup hingga mencapai tingkat kemandirian tertentu.

Tanda-tanda down syndrome dapat terlihat secara fisik terutama wajah. Selain fisik, kondisi down syndrom juga dapat menyebabkan sejumlah komplikasi medis berpotensi serius, seperti masalah jantung, leukimia (kanker darah), dan masalah sistem kekebalan tubuh. 

Tidak hanya itu, down syndrome pun dapat memengaruhi cara tubuh memproduksi atau merespons hormon. Misalnya, orang dengan down syndrome seringkali tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup, sehingga dapat menyebabkan masalah berat badan. 

Mereka juga berisiko terkena diabetes tipe 1, yang membutuhkan pengobatan dengan suntikan insulin. Singkatnya, bayi yang terlahir dengan down syndrome membutuhkan dukungan medis yang menyeluruh sejak awal kelahirannya.

Lantas, apakah kelainan kromosom yang bisa menyebabkan down syndrome dan kondisi lainnya dapat dicegah?

Terkait hal ini, Ivander mengatakan, kelainan kromosom dapat dicegah sebelum masa kehamilan. Ada empat pencegahan kelainan kromosom menurut Ivander yakni:

Menanggulangi Kondisi Obesitas

Penting untuk memastikan indeks massa tubuh tetap ideal saat mempersiapkan kehamilan, bukan pada saat sudah hamil. Karena risiko kelainan kromosom akan meningkat pada perempuan yang obesitas. Gangguan kecerdasan, tumbuh kembang, autisme, serta hiperaktif, akan sangat meningkat pada individu yang memulai kehamilannya dalam kondisi obesitas. 

Memperbaiki Kondisi Metabolik Calon Ibu

Ivander menyarankan agar jangan sampai seorang wanita hamil dalam kondisi kekurangan vitamin D, serta diabetes atau pradiabetes tak terkontrol sebagai upaya pencegahan terjadinya kelainan kromosom.

Mengenali Faktor Riwayat Keluarga

Jika dari pihak suami atau istri memiliki anggota keluarga dengan kelainan genetik, termasuk down syndrome, maka ketahui seberapa dekat hubungannya. Jika kelainan ditemukan sangat dekat, pasangan suami istri bisa meminimalkan faktor risiko ini dengan melakukan program bayi tabung, yang memungkinkan untuk menanamkan embrio berkualitas bagus ke dalam rahim.

Rencanakan Kehamilan di Usia Ideal

Tips selanjutnya untuk mencegah bayi mengalami kelainan kromosom adalah dengan merencanakan kehamilan di usia ideal. Wanita paling subur dan memiliki peluang terbaik untuk hamil di usia 20-an. Jumlah sel telur berkualitas terbaik tersedia. 

Menurut penelitian kehamilan pada wanita di atas 35 tahun, dari 270 kelahiran akan ada satu anak terlahir dengan Down Syndrome. Sedangkan pada kehamilan di atas 45 tahun, dari 10 kelahiran, satu anak akan terlahir dengan Down Syndrome. Sehingga perencanaan kehamilan yang baik akan mengurangi kemungkinan kelahiran anak dengan Down Syndrome.

Sementara pada pria, memiliki peluang yang lebih baik untuk memiliki anak di usia kurang dari 40 tahun. Dengan begitu, semakin tua usia calon ibu maupun ayah, risiko terjadinya kelainan kromosom akan semakin tinggi. (*/vi/red)

Tags: down syndrome, Kehamilan