Dosen Ekonomi Islam Berikan Penjelasan Hukum Jual Beli Daging Kurban

Yovie Wicaksono - 30 June 2023
Situasi di Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian Surabaya, Selasa (20/7/2021). Foto : (Istimewa)

SR, Surabaya – Salah satu perdebatan yang hampir selalu muncul saat Iduladha adalah hukum memperjualbelikan daging kurban. Perdebatan ini mencuat seiring dengan adanya kebingungan masyarakat terhadap landasan syariat untuk menjual daging kurban demi pemenuhan ekonomi.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Irham Zaki turut angkat suara. Ia menjelaskan, persoalan distribusi daging kurban ini berbeda dengan zakat, di mana distribusi daging kurban bersifat lebih fleksibel bila dibandingkan dengan zakat.

“Jadi, jika daging kurban itu sudah diberikan, maka sepenuhnya akan menjadi hak sang penerima. Distribusinya lebih fleksibel, namun tetap diprioritaskan kepada fakir miskin,” tutur Zaki.

Dosen sekaligus Pengurus Badan Pengembangan Industri Halal MUI Jawa Timur itu menerangkan, daging kurban yang sudah diberikan merupakan hak mutlak bagi si penerima. Artinya, daging kurban boleh dikonsumsi, diberikan kepada orang lain, atau dimanfaatkan dan dijual kembali.

Lebih lanjut, Zaki menegaskan, daging yang dapat dijual hanya merupakan daging yang telah didistribusikan, bukan daging kurban yang baru saja dipotong atau daging kurban milik individu yang menunaikan ibadah kurban. Daging yang telah didistribusikan ini dapat dimanfaatkan atau dijual, baik dalam keadaan utuh maupun dalam bentuk yang telah diolah.

Penerima kurban lebih fleksibel, tentu kalau diperuntukkan untuk konsumsi itu akan lebih baik. Tetapi jika dijual akan mendatangkan lebih banyak manfaat untuk kebutuhan lain, ya boleh saja,” ungkapnya. 

Zaki menjelaskan lebih lanjut bahwa mereka yang berkurban tidak diizinkan untuk memperjualbelikan daging atau kulit hewan kurban. Bahkan, mereka juga dilarang untuk membiayai proses penyembelihan seperti membayar tukang jagal dan sebagainya. Hal itu dikarenakan ibadah kurban pada hakikatnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak ada motif ekonomi di dalamnya.

Mengutip HR. Imam Al Hakim dan Imam Al-Baihaqi, dalam ibadah kurban terdapat bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan, seperti kulit atau kepala. Bagian ini tidak boleh dijual sebelum daging kurban dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

“Secara umum filosofi kurban untuk mendekatkan diri ke Allah, tidak ada motif untuk bisnis dan keuntungan pribadi,” jelas Dosen Fikih Muamalah itu.

Zaki pun mengimbau umat muslim untuk menghindari mubazir saat menerima daging kurban. Memaksimalkan kebermanfaatan daging kurban menjadi salah satu keutamaan di hari raya ini.

“Penting untuk memperhitungkan value barang tersebut sesuai dengan manfaat yang ada. Batasannya adalah tidak berlebihan dan tidak menyia nyiakan fungsinya,” pungkasnya. (*/red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.