Belasan Anak Taman Baca Pos Kamling Lepasliarkan Ratusan Belut ke Sawah

Yovie Wicaksono - 31 July 2017
Belasan anak-anak dari Taman Baca Pos Kamling Perumahan Puri Brawijaya Kelurahan Kebalenan Banyuwangi melepasliarkan ratusan belut ke sawah dekat rumahnya (foto : Superradio/Fransiscus Wawan)

SR, Banyuwangi – Belasan anak-anak dari Taman Baca Pos Kamling Perumahan Puri Brawijaya Permai, Kelurahan Kebalenan, Kabupaten Banyuwangi, melepasliarkan sekitar 700-an belut  Belut di sawah dekat tempat tinggal mereka, Minggu (30/7/2017). Hal ini sebagai bentuk keperdulian anak-anak terhadap ekosistem sawah yang sudah banyak berubah peruntukannya.

Bagus Rizki (14) siswa SMP yang belajar di Taman Baca Pos Kamling merasa senang telah melapasliarkan belut di sawah. Selama ini Bagus mengaku hanya melihat hewan belut, sudah berupa masakan. Dia belum pernah melihat belut hidup bahkan memegang pun ia belum pernah

Dengan melapsliarkan belut di sawah dekat rumahnya, Bagus merasa senang sudah bisa melakukan konservasi terhadap belut sebagai bagian dari ekosistem sawah.

“Selama ini belut di sawah sudah jarang ditemui, karena banyaknya orang yang memburu belut baik itu dengan cara disetrum atau pun diberi potasium,” ujarnya.

Sementara itu, pengelola Taman Baca Pos Kamling, Eris Utomo (44) mengatakan, belut-belut itu adalah hasil tangkapan warga yang tidak ramah lingkungan dengan menggunakan setrum dan potasium. Belut yang diambil hanya belut berukuran besar sedangkan yang kecil dibuang begitu saja.

“Akhirnya belut-belut yang dibuang di sekitar perumahan kami pelihara. Kita tidak tahu siapa yang nangkap dan ditinggal gitu saja. Usia belut mungkin sebulan sampai dua bulan, lalu kita rawat di tong yang kita letakkan di halaman taman baca,” jelas Eris.

Belut-belut di tong bekas itu dipelihara secara bergantian oleh anak-anak rumah baca Pos Kamling. Belut itu pun dijadikan sarana pembelajaran pentingnya menjaga kelestarian lingkungan serta mengenalkan kepada anak-anak pentingnya belut bagi pertanian.

Anak-anak Taman Bacaan memelihara belut-belut itu maksimal 2 bulan, atau jika dirasa siap untuk dilepas ke alam bebas.

“Kita ajarkan jika belut bisa dijadikan indikator pencemaran lingkungan, karena belut mudah beradaptasi. Jadi jika belut tidak ada di sawah maka ada kemungkinan lingkungan di sekitarnya sudah rusak,” jelas Eris.

Bukan hanya untuk mengedukasi anak-anak, Eris berharap kegiatan tersebut bisa mengubah perilaku penangkapan belut dengan menggunakan setrum dan potasium.

“Jika diingatkan langsung nanti akan jadi masalah, tapi jika melihat kegiatan anak-anak seperti ini saya menyakini akan ada perubahan cara menangkap yang lebih ramah lingkungan bukan lagi menggunakan setrum dan potasium,” ungkapnya.

Ia mengaku sudah beberapa kali melepasliarkan belut di sawah. Total Belut yang dilepasliarkan bervariasi, yaitu antara 200-700-an belut.(wan/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.