Perjalanan Panjang Jadi Uskup, Monsinyur Didik Kenang Sosok Monsinyur Sutikno

Rudy Hartono - 23 January 2025
Uskup Baru Keuskupan Surabaya, Mgr. Didik ketike mamberikan sambutan usai ditahbiskan, Rabu (22/1/2025) di Widya Mandala Hall Surabaya, (foto:niken oktavia/superradio.id)

SR, Surabaya – Dalam momen penuh haru setelah ditahbiskan sebagai Uskup Surabaya, Monsinyur Agustinus Tri Budi Utomo berbagi kisah perjalanan panggilannya sebagai seorang imam hingga dipercaya menjadi gembala bagi umat Keuskupan Surabaya.

Dalam perjalanan panggilannya, Monsinyur Agustinus mengenang peran Monsinyur Sutikno yang ia anggap sebagai sosok visioner. Ia merasa, Monsinyur Sutikno telah mempersiapkan dirinya jauh sebelum tahbisan ini.

“Sejak Monsinyur Sutikno ditahbiskan, memang saya dilibatkan sebagai tim perumus arah dasar keuskupan sejak tahun 2009. Saya pikir sejak itulah saya terus dipercaya,” ungkapnya.

Sosok yang lebih dikenal Uskup Baru Keuskupan Surabaya, Mgr. Didik ketika mamberikan sambutan usai ditahbiskan, Rabu (22/1/2025) di Widya Mandala Hall Surabaya panggilan Mosdik, akronim dari Romo Didik, sebelum ditahbiskan ini pun mengungkapkan, perjalanan imamatnya tidak selalu mulus. Ia pernah membuat kesalahan yang ia sebut “aib” keuskupan.

Namun, Uskup yang lahir di Ngawi Uskup Baru Keuskupan Surabaya, Mgr. Didik ketika mamberikan sambutan usai ditahbiskan, Rabu (22/1/2025) di Widya Mandala Hall Surabaya 1968 itu mangaku, kepercayaan Monsinyur Sutikno untuk menunjuknya sebagai Vikaris Jenderal menjadi titik balik dalam hidupnya.

“Tapi (tawaran jadi Vikjen) yang pertama saya bisa menolak dengan sukses. Tapi tahun depannya lagi ternyata lain cerita. Dik, ini bukan tawaran tapi ini perintah dan kamu hanya bisa taat (menirukan tawaran Monsinyur Sutikno),” ujarnya.

Selain itu,Monsinyur mengenang seorang teman bernama Antonius Kasmanto, yang tanpa disadari telah mendorongnya masuk ke seminari.

“Teman itulah yang mengajak saya untuk membayar hutang hidup dengan menjadi imam,” terang Uskup yang pernah diangkat menjadi Kepala Pusat Pastoral Keuskupan Surabaya.

Padahal, Monsinyur Didik mengaku, tidak pernah menginjak gereja selama tiga tahun. Tapi, akhirnya ia lolos di untuk melanjutkan Kelas Persiapan Atas (KPA) di Seminari Menengah St. Vincentius Garum, Blitar.

Meskipun teman tersebut tidak jadi masuk seminari, Monsinyur mengaku, perannya sangat berarti dalam perjalanan panggilannya.

Uskup Baru Surabaya itu mengakui, masa awal imamatnya diwarnai dengan tantangan pribadi. “Saya sesudah lima tahun menjadi imam muda terlalu terlena dengan fasilitas, kesombongan rohani, dan ego,” ujarnya.

Namun, Bapak Uskup mengaku, Tuhan memberikan pembaruan melalui pengalaman di Kalimantan, saat diutus misi sebagai Pastor pembantu di Paroki Kanak-kanak Yesus Marau Keuskupan Ketapang, yang ia sebut sebagai “baptisan ulang dengan air sungai Kayung”

Di Kalimantan inilah, Monsinyur Agustinus, yang kini dikenal senang tertawa, belajar “ilmu senyum semesta,” pelajaran hidup yang ia petik ketika menghadapi tantangan alam. (nio/red)

Tags: ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.