Kiat Menghindar Ditanya,Kapan Nikah? Ini Kata Psikolog Unair

Rudy Hartono - 29 March 2025
Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana MSc MPsi Psikolog. (Foto: humas Unair). (sumber:rri)

SR, Surabaya – Pertanyaan “Kapan nikah?” sering kali menghampiri saat berkumpul dengan keluarga besar di Hari Raya Idul Fitri. Momen silaturahmi ini tidak hanya mempererat hubungan, tetapi juga membawa pertanyaan-pertanyaan personal, salah satunya mengenai kehidupan romansa. Atika Dian Ariana, Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair), mengungkapkan bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh budaya kolektivistik dalam masyarakat Indonesia.

“Masyarakat kita cenderung peduli satu sama lain, namun dalam konteks negatif, pertanyaan tersebut bisa dianggap melanggar privasi,” ujarnya, Jumat (28/3/2025).

Atika menegaskan bahwa ketika pertanyaan seperti ini disampaikan, bisa memunculkan rasa kecewa. “Terlebih, pertanyaan yang datang sudah membebani kita,” tambahnya.

Hal ini dapat mempengaruhi perasaan seseorang, khususnya jika mereka sedang dalam kondisi yang sulit.

Seseorang yang merasa tertekan, seperti sedang menyelesaikan skripsi atau menghadapi masalah pribadi lainnya, dapat merasa tidak nyaman ketika ditanya soal pernikahan. “Bisa saja seseorang merasa sedih atau bahkan traumatis jika pertanyaan ini datang pada saat yang tidak tepat,” ungkap Atika.

Dalam menghadapi pertanyaan tersebut, Atika menyarankan dua pendekatan yang bisa digunakan, yakni cara fight atau flight. “Cara fight adalah dengan menyiapkan jawaban yang tegas, sementara flight adalah dengan menghindari pertanyaan tersebut,” ungkap Atika.

Bagi yang memilih cara fight, Atika menyarankan untuk memikirkan jawaban yang tepat, yang bisa menghindarkan pertanyaan lebih lanjut. “Pertimbangkan apakah jawaban kita bisa menghentikan percakapan atau justru membuatnya lebih pribadi,” katanya.

Namun, Atika juga menegaskan bahwa tidak semua pertanyaan harus dijawab. “Kita perlu melihat siapa yang bertanya, dan bisa saja memberikan respons dengan senyum atau kata ‘oke’,” ujarnya.

Menjaga batasan dalam percakapan, lanjut Atika, adalah hal yang penting. “Setiap orang berhak untuk merasa nyaman dengan kehidupan pribadinya, dan kita bisa menjaga itu dengan bijak,” ungkapnya.

Terlepas dari itu, Atika mengingatkan bahwa tradisi silaturahmi memang membawa kedekatan antar keluarga, namun penting untuk selalu menghormati privasi. “Memahami perasaan orang lain menjadi kunci agar pertanyaan personal tidak menjadi beban,” ungkap tika.

Bagi mereka yang merasa terus-menerus ditanya soal pernikahan, Atika menyarankan untuk berbicara terbuka dengan orang terdekat. “Keterbukaan bisa membantu orang lain memahami batasan yang kita butuhkan,” katanya. (*/rri/red)

 

 

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.