Kasus Demo Tumpang Pitu, Budi Pego Divonis 10 Bulan Penjara

Yovie Wicaksono - 24 January 2018
Sidang Budi Pego aktivis tolak tambang Tumpang Pitu Banyuwangi, mendengar vonis atas tuduhan penyebaran faham komunisme (foto : Superradio/Fransiskus Wawan)

SR, Banyuwangi – Terdakwa kasus demo tolak tambang emas Gunung Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, pada 4 April 2017, memasuki agenda sidang putusan. Dalam aksi demonstrasi yang disusupi spanduk berlogo ‘palu arit’, Heri Budiawan alias Budi Pego divonis 10 bulan kurungan penjara, dan menanggung biaya perkara sebesar Rp. 5.000.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi, Putu Endru Sonata mengatakan, berdasarkan pertimbangan yang memberatkan, yakni dalam demonstrasi 4 April 2017 lalu di depan kantor Kecamatan Pesanggaran sampai pertigaan Lowi, tidak mengantongi pemberitahuan kepada aparat Kepolisian selaku aparat keamanan.

Pertimbangan yang meringankan, bahwa selama di persidangan dan masa tahanan terdakwa berkelakuan baik dan tidak pernah terbukti serta terlibat dalam perbuatan kriminal. Selain itu, terdakwa yang juga masih muda dan masih panjang masa hidupnya, diharapkan tidak mengulangi perbuatannya lagi.

“Dengan itu setelah menimbang, memutuskan Heri Budiawan alias Budi Pego divonis 10 bulan kurungan penjara dan membebankan kepada terdakwa biaya perkara sebesar Rp 5 ribu rupiah,” kata Putu Endru seraya mengedok palu saat membacakan amar putusan di ruang Garuda PN Banyuwangi, Selasa (23/1/2018).

Menanggapi putusan itu, terdakwa Heri Budiawan alias Budi Pego yang semula dituntut hukuman 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum, yang diduga melanggar pasal 107a dengan dakwaan mengancam keamanan negara, masih akan pikir-pikir menyikapi putusan hakim.

“Kita masih pikir-pikir dulu dan akan musyawarah dulu dengan keluarga,” ucap Budi Pego usai mendengar isi putusan.

Sementara, Tim Kuasa Hukum Terdakwa, Ahmad Rifai dari perwakilan KontraS Surabaya berpendapat, bahwa isi putusan yang dibacakan oleh mejelis hakim dinilai mengancam demokrasi, karena berkaitan dengan menyampaikan pendapat dimuka umum adalah hak setiap warga negara.

“Jadi kalau ini menjadi Yurisprudensi sangat mengancam bagi kawan-kawan se-Indonesia yang ketika berunjuk rasa tiba-tiba ditemukan, diselipkan atau disusupkan apapun yang ada logo palu aritnya,” kata Rifai.

Dia melanjutkan, atas nama gabungan advokat yang tergabung dalam Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda) menyatakan tidak sependapat dengan majelis hakim. Karena berdasarkan fakta hukum dan fakta persidangan, tidak terdapat satupun saksi yang menyatakan perbuatan aktif baik dari terdakwa maupun massa aksi yang berteriak tentang ajaran komunisme.

“Kami tetap tidak sependapat dengan hakim bahwa ketika ditemukan salah satu logo ‘palu arit’ di salah satu spanduk itu, memenuhi unsur mengajarkan atau mengembangkan paham komunisme,” ujarnya.

Meskipun begitu, dirinya tetap menghargai dan menghormati pertimbangan dan amar putusan yang telah dibacakan. Sedangkan Budi Pego, telah melakukan musyawarah dengan keluarganya untuk banding dengan mengurai pembelaan tersebut dalam memori banding.

“Jadi poin yang paling penting adalah putusan ini mengancam demokrasi,” paparnya.

Sementara itu, di luar sidang, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Anti Kebangkitan Komunis (GAKK) yang pro terhadap tambang di Kabupaten Banyuwangi, menyayangkan keputusan majelis hakim yang telah memvonis terdakwa, Budi Pego, dengan hukuman penjara 10 bulan. Mereka menyebut bahwa vonis tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis pejuang lingkungan.(wan/red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.