Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, Pemkot Surabaya Hadirkan KPK

SR, Surabaya – Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mengingatkan kembali kepada pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya untuk bekerja dengan tulus, dan tidak tergoda oleh hal-hal yang bisa menyeret ke masalah hukum seperti korupsi. Hal ini karena pegawai Pemerintah Kota Surabaya telah menerima apresiasi atau gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa daerah lain.
Imbauan tersebut disampaikan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, ketika membuka acara sosialisasi pengendalian gratifikasi bagi pejabat eselon II, III dan IV di kantor Pemkot Surabaya, Kamis (4/5/2017). Selain Tri Rismaharini, sosialisasi pengendalian gratifikasi juga dihadiri Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Girih Suprapdiono.
“Saya tidak mau ada satu pun pegawai di Pemkot yang terkena masalah. Saya tidak akan ragu untuk menindak, bila ada yang melakukan kesalahan,” tegas Tri Rismaharini.
Melalui sosialisasi ini, pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya bisa mendapatkan pencerahan dari Direktur Gratifikasi KPK perihal gratifikasi, sehingga pegawai Pemkot Surabaya dapat mengetahui perihal gratifikasi dan bagaimana menyikapinya.
Di Pemerintah Kota Surabaya sejak 2010 telah menerapkan e-government, dimana salah satunya ada e-performance untuk pegawai Pemkot Surabaya, yang besarannya bahkan lebih tinggi dibanding pegawai di kota-kota lain.
“Pemkot telah memberikan lebih. Tolong beri timbal balik dengan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” ujar Risma.
Sebagai pelayan masyarakat, Risma mengingatkan agar semua pegawai dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan tulus, bukan bekerja karena mengharap jabatan dan imbalan. Risma juga memperingatkan agar pegawai tidak ada yang melanggar aturan, atau juga yang mengharapkan penghasilan lebih dalam waktu singkat.
“Tolong jangan tergoda. Kalau mau ingen lebih, ya keluar dari PNS. Saya percaya kita semua bisa melakukan yang terbaik untuk Surabaya,” kata Risma.
Sementara itu Direktur Gratifikasi KPK, Girih Suprapdiono mengatakan, gratifikasi bukan bergantung pada besar kecil nilai pemberian, tapi dari maksud pemberian itu sendiri dan siapa yang memberi.
“Berapapun nilainya, kalau orangnya yang memberi itu mitra kerja yang dilayani, itu gratifikasi,” ujar Girih.
Untuk mencegah terjadinya gratifikasi, Girih meminta para pegawai pemerintahan untuk bertanya pada diri sendiri sejak awal, mengenai pemberian yang diberikan kepada mereka dari mitra kerja. Karena semisal bukan pejabat, maka tidak akan ada pemberian itu.
Selain itu, upaya pencegahan gratifikasi dan juga tindakan yang mengarah pada korupsi, kolusi dan nepotisme, harus diawali dari keteladanan pemimpinnya.
“Banyak skill untuk jadi pemimpin, tapi yang tidak boleh hilang adalah memberikan contoh teladan. Ketika pemimpin telah memberi contoh keteladanan, maka kata-katanya akan didengarkan orang lain,” imbuh Girih.
Menurut Girih, Surabaya merupakan kota yang punya komitmen untuk mewujudkan pemerintahan bersih dengan sistem e-government yang telah diterapkan sejak 2010 lalu. Namun tidak cukup sistem yang baik, pegawai atau pejabatnya harus memeiliki integritas yang tinggi.
“Sistem sebagus apa pun dan sekuat apa pun, tapi kalau penjaganya bisa dibobol nggak ada gunanya. Karenanya, yang terpenting adalah memimpin dengan keteladanan, selesai dengan dirinya sendiri, dan tahu akan tujuan akhir hidupnya,” tandas Girih.(ptr/red)
Tags: kpk, pemkot surabaya, pencegahan gratifikasi, pengendalian korupsi
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.