Persada Ingatkan Warganya Tingkatkan Kewaspadaan di Tahun Jawa 1959 Saka

Rudy Hartono - 3 July 2025
Warga Persatuan Sapta Darma melakukan tradisi sujud saat peringatan 1 Suro Tahun Jawa 1959 Saka di Sanggar Candi Busana, Jalan Jemursari Selatan VI Surabaya, Minggu (29/6/2025). (foto:anton/superradio.id)

SR, Surabaya – Memasuki tahun baru Jawa 1 Suro 1959, Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Pusat Naen Soeryono mengingatkan warganya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Mahaesa  di tengah kondisi yang selalu berubah tidak menentu.

Ketua Persatuan Sapta Darma Pusat Naen Soeryono (2 dari kanan) saat peringatan 1 Suro Tahun Jawa 1959 Saka di Sanggar Candi Busana, Jalan Jemursari Selatan VI Surabaya, Minggu (29/6/2025). (foto:anton/superradio.id)

Pesan yang disampaikan Naen itu tidak lepas dari makna yang dikandung pada angka 1959. Dalam perhitungan Jawa, angka-angka tahun mengandung watak, makna dan simbol dalam kehidupan. Perhitungan Jawa seperti itu disebut candra sengkala. Setiap angka mempunyai lebih dari satu arti bergantung tingkat kewaspadaan yang menterjemahkan.

“Kami di Persada menterjemahkan tahun Saka 1959 sebagai Ambuka (angka 9) Indriya (angka 5)  Gapuraning (angka 9) dan Jagad (angka 1), yang jika diterjemahkan secara bebas adalah ‘Membuka Alat Kewaspadaan untuk Mencapai Kesempurnaan Hidup’,” urai Naen kepada warga Sapta Darma saat peringatan 1 Suro di Sanggar Candi Busana,  Jalan Jemursari Selatan VI Surabaya, Minggu (29/6/2025).

Candra sengkala itu cukup relevan di tengah situasi global saat ini yang sarat dengan konflik, kondisi ekonomi bangsa dan masyarakat yang cukup sulit. “Dibutuhkan kehati-hatian dalam setiap langkah agar tujuan hidup kita masing masing dapat tercapai,” tambah Naen.

Untuk menjaga sikap kehati-hatian, lanjutnya, Sapta Darma punya tradisi sujud sebagai  bagian kontemplasi diri dalam merespons setiap permasalahan yang dihadapi diri sendiri, keluarga, ataupun lingkungannya.

“Kita semua mempunyai alat-alat rohani untuk mengukur rasa dan kewaspadaan diri. Maka dari itu bapak-ibu hadirin untuk tahun ke depan ini perbanyak sujudnya dan gunakan  alat kewaspadaan kita agar kita dijauhkan dari segala malapetaka. Kalau ‘radar’nya ke kiri berarti jelek, maka jangan dilanjutkan. Kalau ‘radar’ ke kanan berarti itu tanda dari Tuhan, pertanda baik,” pesan salah satu Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) itu.

Lebih dari 70 warga Persada berikut undangan dari berbagai kota/kabupaten menghadiri Peringatan 1 Suro 1959 di Sanggar Candi Busana. Tuntunan Sanggar, Naen, memimpin acara sujud kepada yang Mahapencipta sebelum menggelar tumpengan yang menandai perayaan atau peringatan pergantian  tahun Jawa dilangsungkan.

Ketua Persatuan Sapta Darma Pusat Naen Soeryono (kanan) memotong tumpeng saat perayaan 1 Suro Tahun Jawa 1959 Saka di Sanggar Candi Busana, Jalan Jemursari Selatan VI Surabaya, Minggu (29/6/2025). (foto:anton/superradio.id)

Tumpeng Bukan Persembahan Makhluk Halus

Sebelum pemotongan tumpeng dilakukan, Naen menerangkan bahwa tumpeng itu disajikan untuk dimakan manusia, bukan persembahan untuk mahluk halus astral seperti anggapan sebagian orang. “Di dalam ajaran Sapta Darma, tumpeng dengan aneka ragam lauk dan sayur adalah perwujudan dari kekayaan khazanah leluhur bangsa Indonesia yang orang pada zaman dulu mengekspresikannya melalui simbol-simbol,” papar Naen.

Ia mencontohkan ada buah pisang atau gedhang dalam  bahasa Jawa adalah akronim dari geget dan padhang, maksudnya makanan yang bisa menerangi jalan hidup. “di geget padhang, jadi jika apa yang dimakan dari hasil yang diperoleh cara yang benar (dari uang halal –Red) akan menjadi barokah dan membawa kebaikan. Sebaliknya makanan didapat dari hasil yang tidak baik, maka nanti  akan berakibat tidak baik juga,” tutur advokat senior itu.

Selain itu ada bubur sengkala menemani tumpeng, dijelaskan Naen, bubur sengkala melambangkan supaya nanti di tahun yang akan datang agar kita semua diberikan keselamatan, kebahagiaan, kita selalu dijauhkan dari marah bahaya.

“Pertolongan yang Mahakuasa itu bukan kebetulan, karena segala kejadian di alam ini adalah hukum sebab akibat. Dengan selalu mendekat kepada Gusti Allah melalui sujud,  maka setiap langkah dan keselamatan kita selalu terjaga,” pungkasnya. (ton/red)

 

 

 

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.