Pasca Erupsi, Petani Lereng Gunung Kelud Produksi Kopi Bubuk
SR, Kediri – Pasca erupsi letusan Gunung Kelud pada 2015, masyarakat yang berprofesi sebagai petani kopi di Dusun Laharpang, Desa Puncu, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berinisiatif memproduksi kopi dengan selera berkualitas.
Lambat laun, usaha rintisan yang dibangun dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan ini mulai berkembang dan membuahkan hasil pada 2017.
Para petani kopi yang tergabung dalam paguyuban KSM Lamor Kelud Sejahtera ini mulai merambah pangsa pasar di luar Kediri.
“Kita merintis itu pasca erupsi 2015. Kita sudah mulai produksi kopi. Cuman kita mulai berjalan, produksi lancar 2017,” ujar Ketua Paguyuban Petani Kopi KSM Lamor Kelud Sejahtera, Didik Abadi, pada Rabu (24/7/2019).
Banyaknya perkebunan kopi di areal tempat tinggal warga, menjadi salah satu latarbelakang warga Dusun Laharpang memproduksi tanaman kopi.
“Sebelum saya lahir, tempat tinggal saya dulu itu, kebun kopi ada dimana-mana. Kita ini kan berkelompok, ini bukan milik pribadi. Jadi para petani sana bikin kelompok semacam paguyuban,” ujar Didik.
Hasil produksi tanaman kopi ini kemudian diolah secara berkelompok, dipasarkan dengan harga yang telah ditentukan oleh paguyuban. Karena letak demografisnya berada di lereng kaki Gunung Kelud sebelah utara, tanaman kopi hasil panen tersebut sepakat mereka produksi dan dinamai kopi bubuk kelud.
“Karena kita berada di kawasan lereng kaki Gunung Kelud sebelah utara. Tepatnya di Dusun Laharpang Desa Puncu Kecamatan Puncu,” ujarnya.
Kopi bubuk kelud ini dibagi menjadi dua jenis varian, yakni robusta dan liberika. Dua jenis kopi kelud ini memiliki cita rasa khas, yang tidak dimiliki merk kopi lain. Untuk 250 gram kopi, dibanderol Rp 25 ribu.
Jenis kopi bubuk kelud robusta lebih dikenal dengan tingkat rasa kepahitan yang tinggi karena dipengaruhi adanya tanaman bergetah yang ada di samping kanan dan kiri.
“Dia cenderung tingkat ke pahitanya tinggi. Masalahnya tanaman di kanan kirinya itu kan bergetah. Nah itu yang mempengaruhi pahitnya,” ujarnya.
Sementara kopi bubuk kelud jenis liberika lebih beraroma khas buah nangka. Kadar kafeinnya lebih rendah jika dibandingkan dengan robusta.
“Makanya kalau liberika punya sugesti, di lambung aman. Ciri khas dia ada asem sedikit, ada aroma nangkanya yang beda,” ujarnya.
Pangsa pasar kopi bubuk kelud ini sudah merambah ke luar daerah seperti Jawa Barat, Jakarta, Kalimantan dan Sulawesi, bahkan luar negeri.
Selain terbagi dalam dua jenis, kopi bubuk kelud juga dikategorikan beberapa klasifikasi kriteria Grade A, B dan C. Untuk kategori B, dan C biasanya didistribusikan kepada pangsa pasar menengah ke bawah.
Dalam rentang waktu satu bulan, capaian produksi kopi yang dihasilkan paling minim seberat 3 kwintal. Bahkan tiga bulan terakhir hasil produksi tembus hingga 4 kwintal lebih. (rh/red)
Tags: Gunung kelud, Kewirausahaan, Kopi bubuk kelud, Kopi Robusta, paguyuban KSM Lamor Kelud Sejahtera, pertanian
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.