Pahami 6 Kondisi Anak Slow Learner

Yovie Wicaksono - 24 August 2023

SR, Surabaya – Anak slow learner atau anak lamban belajar adalah kondisi dimana anak memiliki performa pendidikan di bawah rata-rata dari kemampuan anak-anak seusianya.

Orang awam sering salah kaprah dengan menjuluki anak slow learner sebagai anak yang tak pandai. Padahal lamban belajar justru menjadi kondisi yang memerlukan penanganan khusus. Untuk memahami kondisi anak slow learner, berikut ciri-cirinya:

1. NIlai IQ 70-90

Anak slow learner memiliki kisaran nilai IQ 70-90 atau biasa disebut sebagai borderline (batas fungsi intelektual). Disebut borderline dikarenakan nilai IQ dibawah 70 termasuk anak dengan kondisi disabilitas intelektual (contohnya adalah down syndrome, retardasi mental, low functioning autism).

Nilai IQ 70-90 dapat diartikan bahwa anak memiliki kemampuan kognitif di bawah rata-rata sehingga sulit untuk menghadapi pembelajaran di sekolah. Misalnya di kelas 2 SD, teman sebaya sudah bisa membaca kalimat dengan benar, namun anak slow learner masih mengeja suku kata hidup.

2. Daya Ingat Rendah dan Kesulitan Berkonsentrasi

Anak dengan kondisi lamban belajar memiliki daya ingat yang rendah, sehingga mereka sering kesulitan dalam menghafal. Baik itu materi, rumus atau hafalan lainnya. Contohnya adalah apabila hari ini mereka bisa menghafal perkalian angka 3, maka besoknya mereka akan kesulitan untuk mengingat dan harus mengulangi lagi dari awal.

Selian itu, mereka juga mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi. Misalnya saat guru menerangkan, anak sibuk pada dunianya sendiri seperti memainkan alat tulisnya, mencoret-coret buku, dsb. Anak juga cenderung cepat bosan, sehingga apabila guru menerangkan terlalu lama maka fokusnya juga akan buyar dan materi tidak terserap dengan baik.

3. Motivasi Rendah dalam Belajar

Motivasi belajar anak slow learner tergolong rendah. Mereka seperti tidak ada passion dalam mengikuti pembelajaran. Karena kurangnya inisiatif dan pasif dalam belajar, mereka hanya mengikuti alur dari guru, yaitu mendengarkan penjelasan lalu mengerjakan soal.

Saat tugas berkelompok pun, anak slow learner cenderung pasif dalam berkontribusi. Mereka hanya akan mengerjakan tugasnya ketika sudah diminta oleh guru atau temannya. Selain itu, mereka juga jarang mengeluarkan pendapatnya atau hanya menjadi pengikut saja.

4. Mengalami Kesulitan dalam Membaca, Menulis, dan Berhitung

Anak slow learner cenderung tidak memedulikan tanda baca sehingga membacanya seperti tidak beraturan. Hal ini juga membuat anak susah menangkap isi dari bacaan. Selain itu, mereka juga terkendala dalam berhitung, seringkali masih menggunakan sepuluh jari untuk menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan.

Dalam segi kepenulisan, anak slow learner terkadang masih salah dalam penulisan sisipan huruf konsonan. Dalam kasus yang lebih parah, bisa saja anak menulis tapi banyak huruf yang hilang. Contohnya ketika diminta guru untuk menulis ‘jantung’ maka tulisan anak akan menjadi ‘jatu’.

Ketika menulis, ada juga anak yang tidak konsisten dalam penggunaan huruf kecil dan huruf kapital. Misalnya, anak diminta guru untuk menulis ‘jaring-jaring makanan’ maka tulisan anak menjadi ‘jaRiNg jaRiNg makaNaN’.

5. Membutuhkan Pengulangan Materi dan Waktu Lebih dalam Mengerjakan

Apabila biasanya anak membutuhkan 1-3 kali pengulangan materi, maka anak slow learner membutuhkan minimal 4 kali pengulangan. Hal ini karena mereka sedikit kesusahan dalam memahami informasi.

Pada saat mengerjakan tugas, anak slow learner pun membutuhkan waktu yang lebih lama dari anak reguler. Misal anak biasanya membutuhkan waktu 20 menit untuk mengerjakan 10 soal, maka anak slow learner bisa membutuhkan 40 menit untuk menyelesaikan 10 soal.

6. Terbatas Ketika Berpikir Secara Abstrak, Simbol, dan Konseptual

Anak dengan slow learner terbiasa untuk berpikir sederhana dan mengikuti alur yang sudah ada. Mereka akan cenderung kesusahan jika disuruh untuk memikirkan hal-hal yang rumit atau khayalan (misalnya simbol yang melambangkan angka atau huruf).

Tidak hanya itu, mereka lebih mudah untuk memikirkan hal konkret yang muncul pada kehidupan sehari-hari dan akan kebingungan ketika diminta untuk memikirkan sesuatu yang saling berkaitan.

Anak slow learner membutuhkan perhatian yang lebih banyak. Namun perlu diingat bahwa anak slow learner bukan termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Apabila ingin mendapatkan hasil yang maksimal, anak slow learner cocok untuk tumbuh di sekolah formal yang memiliki program dan lingkungan inklusif. (*/vi/red) 

Tags:

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.