Dunia Literasi dan Perfilman Berduka : Kirana Kejora Tutup Usia

Rudy Hartono - 8 May 2025
Kirana dalam kenangan saat memberikan edukasi dalam acara Be Kraf Creative Women. (sumber: rri)

SR, Malang – Kabar duka menyelimuti jagat sastra dan perfilman Indonesia. Ir Antiek Widijati, yang lebih dikenal dengan nama pena Kirana Kejora, telah berpulang ke Rahmatullah pada hari Rabu, 7 Mei 2025 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSPAL) Surabaya. Tokoh literasi dan sineas nasional ini menghembuskan napas terakhirnya meninggalkan duka mendalam bagi dunia kebudayaan Tanah Air.

Jenazah akan dimakamkan di kampung halamannya, Ngawi, Jawa Timur, pada hari yang sama, Rabu, 7 Mei 2025 pukul 09.00 WIB. Rumah duka beralamat di Delta Sari Indah B117 Waru, Sidoarjo, dan keluarga besar baru akan berada di rumah duka mulai Minggu, 11 Mei 2025.

Kirana Kejora bukan hanya seorang penulis, melainkan pemikir, sutradara, dan akademisi yang dedikasinya membekas di berbagai bidang. Lahir di Ngawi, 2 Februari (tahun tidak disebutkan), ia menapaki karier sebagai peneliti sosial ekonomi di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya pada periode 1991 – 1993. Pengabdiannya berlanjut sebagai pengajar di SMK Perikanan Dipasena, Lampung (1996–2000), serta berbagai jabatan strategis lainnya, termasuk sebagai Tenaga Ahli Sosial Ekonomi di beberapa lembaga konsultasi dan perusahaan yang berkaitan dengan sektor kelautan dan perikanan.

Namun, namanya meroket di dunia publik melalui karya – karya sastranya yang menyentuh, inspiratif, dan penuh pesan kehidupan. Novel Air Mata Terakhir Bunda menjadi best seller nasional dan kemudian diangkat ke layar lebar, meraih predikat Best Feature Movie di Balinale International Film Festival 2013 serta masuk nominasi Festival Film Indonesia (FFI) di tahun yang sama. Disusul karya monumental lainnya, Ayah Menyayangi Tanpa Akhir, yang juga difilmkan dan mendapat sambutan luas.

Dalam jejak intelektualnya, Dirinya juga menulis novel semi – ilmiah berbasis kelautan dan perikanan berjudul Rindu Terpisah di Raja Ampat, dan karya penuh penghayatan lainnya, Senja di Langit Ceko (2016), yang proses penulisannya memakan waktu hingga 10 tahun.

Perempuan yang inspiratif dan berprestasi tidak hanya berkarya di dalam negeri, Perempuan yang khas dan tidak pelit ilmu ini pernah mewakili Indonesia dalam Seminar Wajah Kepengarangan Muslimah Nusantara untuk lima negara serumpun di Kuala Lumpur tahun 2009, yang diselenggarakan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.

Di dunia perfilman, ia juga menulis skenario berbagai FTV serta film layar lebar Hasduk Berpola, yang mendapatkan apresiasi tinggi sebagai Film Inspiratif Kemendikbud 2013, Film Favorit Apresiasi Film Indonesia 2013, dan ditayangkan dalam Educational Screening Program IFF Melbourne 2015.

Wafatnya Kirana Kejora menjadi kehilangan besar tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi dunia literasi, pendidikan, dan perfilman Indonesia. Sosoknya adalah cerminan dari seorang perempuan visioner yang mampu menjembatani ilmu, seni, dan nilai – nilai kemanusiaan dalam setiap karyanya.

Selamat jalan, Kirana Kejora. Namamu akan tetap hidup melalui kata dan gambar yang telah kau torehkan sebagai warisan yang tidak akan pernah pudar. “Perempuan boleh pergi, tapi kisahnya tinggal untuk terus hidup.” – Kirana Kejora. (*/rri/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.