PCNU Surabaya Duga Adanya Politisasi dan Provokasi Pada Kasus Pembakaran Bendera Diduga Milik HTI

Yovie Wicaksono - 25 October 2018
SR, Surabaya – Peristiwa pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menggunakan lafaz tauhid oleh Banser di Garut, Jawa Barat, pada 22 Oktober 2018 lalu, diduga telah dipolitisir dan menjadi alat provokasi yang menimbulkan polemik. Provokasi itu diyakini untuk memecah belah antar umat Islam, serta ancaman terhadap stabilitas nasional ini, sudah diduga oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya.
Kepada Suparradio.id di kantor PCNU Surabaya, Jalan Bubutan VI/ 1 Surabaya, Kamis (25/10/2018) malam, Ketua PCNU Kota Surabaya, KH. Muhibbin Zuhri mengatakan, dugaan dan analisa adanya provokasi itu muncul setelah pihaknya mencermati dan mempelajari perkembangan opini di media massa dan media sosial.
“Reaksi-reaksi yang mengedepankan emosional keagamaan akibat peristiwa di Garut itu, itu kan menunjukkan (sebagian masyarakat) telah terprovokasi. Karena yang dipakai adalah simbol-simbol agama, padahal (simbol-simbol) itu sesungguhnya adalah atribut HTI dan isunya sengaja dihembuskan untuk tujuan-tujuan politik tertentu,” kata Muhibbin.
Muhibbin Zuhri menambahkan, yang utama dan patut untuk disalahkan bukanlah semata-mata adanya reaksi, namun hal itu muncul akibat adanya sentimen keagamaan.
“Tetapi orang-orang yang melakukan upaya provokasi ini lho. Itu jelas ada pihak-pihak yang mensetting (provokasinya). Jadi polisi ndak boleh ragu-ragu untuk menindak tegas provokatornya, beserta upaya-upaya lain yang ingin menghidupkan kembali organisasi terlarang semisal Hizbut Tahrir,” paparnya.
Disamping meminta aparat kepolisian untuk tegas dan adil dalam melakukan tindakan, Muhibbin Zuhri mengimbau kepada masyarakat, umat Islam dan khususnya warga NU, agar tidak terpancing dengan provokasi yang bertujuan memecah belah antar umat Islam dan warga bangsa Indonesia.(wg/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.