Negara Harus Seriusi Upaya Perobohan Patung di Tuban

Yovie Wicaksono - 9 August 2017
Sejumlah elemen dari lintas agama dan etnis menyerukan penolakan perobohan patung Kwan Kong di Klenteng Tuban, oleh kelompok intoleran (foto : Superradio/Srilambang)

SR, Surabaya – Aksi yang mendesak perobohan patung Dewa Kwan Seng Tee Koen atau Kwan Kong, yang diresmikan pada Juli 2017 lalu di Klenteng Kwan Seng Bio, Tuban, memunculkan  penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan lintas agama dan etnis.

Sejumlah ormas pendukung Kebhinnekaan di Jawa Timur, menyatakan menolak perobohan atau pembongkaran patung, karena dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 yang melindungi kebebasan beribadah dan berkeyakinan di Indonesia.

“Konstitusi itu menjamin setiap orang bisa beribadah sesuai dengan keyakinannya, dan menggunakan simbol-simbol itu. Jadi kalau misalkan ada upaya atau keinginan untuk menghancurkan patung atas nama apa pun, itu sesungguhnya ingin menantang Indonesia dan ingin menantang kebhinnekaan itu,” ujar Aaan Anshori, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur.

Aan mendesak negara dan aparat keamanan tidak tunduk kepada kehendak kelompok intoleran, yang ingin merobohkan simbol-simbol keagamaan maupun kebudayaan suatu daerah.

“Kita akan lawan, karena bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia dan semangat kebhinnekaan, negara dan aparat harsu mengantisipasi dan melawan ini,” kata Aan.

Dalam satu dekade terakhir terdapat sekurangnya 9 peristiwa gerakan masyarakat yang menghendaki pembongkaran patung di sejumlah daerah. Seperti patung Gatotkaca dan patung Arjuna Memanah di Purwakarta, patung Akar Manusia di Yogyakarta, patung Buddha Amitabha di Vihara Tanjung Balai Sumatera Utara, juga patung Jayandaru di Sidoarjo, yang harus dirobohkan atau dibakar oleh kelompok masyarakat yang menolak keberadaan patung.

Aan Anshori menduga keterlibatan sel ISIS dibalik aksi penolakan dan perusakan patung, yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh aparat. Identifikasi adanya sel ISIS di 16 daerah di Jawa Timur, bukan mustahil sudah tumbuh dan bangkit menggandeng kelompok intoleran.

“ISIS sedang menggeliat, karena menurut catatan yang saya baca ada 16 titik, dimana 16 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur ini, yang teridentifikasi ada ISIS. Inteligen harus sudah mencium ini, dan mulai melakukan antisipasi, jangan sampai Jawa Timur diobok-obok seperti ini,” lanjut Aan.

Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Jawa Timur, Ongky S. Kuncono mengatakan, Dewa Kwan Kong bagi umat agama Khonghucu merupakan sosok yang dihormati.

“Kita jelaskan, ini ritual. Semua klenteng itu ada Kwan Kong-nya, di Jawa Timur, Jawa Tengah, kalau kita di luar pulau itu Kwan Kong semua, Medan itu Kwan Kong semua. Dulu di pengadilan kalau orang sumpah, itu pakai gambarnya Kwan Kong itu, karena ini adalah orang jujur, benar,” kata Ongky.

Keberadaannya tidak hanya di klenteng di seluruh Indonesia, tetapi juga ada di berbagai negara di seluruh dunia. Pendirian patung Kwan Kong tidak dapat dilepaskan dari dari ritual kepercayaan umat Khonghocu yang telah berlangsung ratusan tahun.

“Ini kan bukan Indonesia saja, kalau kita ke Hongkong, Kwan Kong juga menjadi seni orang-orang besar yang dulu berjuang demi agama, dia sudah mendekati Tuhan itu. Singapura, bahkan Vietnam, Jepang, di seluruh dunia itu ada. Kalau ini mau dirobohkan, orang Indonesia bahkan dunia akan protes,” lanjutnya.

Pembandingan antara sosok patung Dewa Kwan Kong dengan patung pahlawan nasional Jenderal Sudirman, menurut Ongky tidak tepat. Hal ini karena Dewa Kwan Kong merupakan sosok yang dipuja umat agama Khonghucu.

“Kwan Kong itu bukan panglima perang China, apalagi Kwan Kong itu dibandingkan dengan Panglima Soedirman, kalau Panglima Soedirman ini kan jelas pahlawan nasional. Kwan Kong itu ada sebelum negara China itu ada, jauh sekitar (tahun) 200-an, bahkan kalau kita tarik ya jauh sekali Kwan Kong itu. Maka ini tidak bisa ditarik menjadi isu politik itu tidak bisa, karena ini keyakinan,” tandasnya.

Pemuka agama Katolik, Romo Yohanes Gani, CM mengungkapkan, protes terhadap patung oleh sejumlah masyarakat, merupakan bukti umat beragama belum menjalankan ajaran agama secara utuh. Keyakinan yang dimiliki terhadap ajaran yang dipercaya, seharusnya tidak menggoyahkan keimanan, terlebih dengan adanya patung atau simbol agama tertentu yang dihormati oleh penganutnya.

“Ketika saya yakin bahwa saya Katolik, ketika saya yakin bahwa Katolik itu benar, saya tidak akan takut, misalnya diundang orang yang bukan Katolik, diajak masuk ke tempat ibadah yang buka Katolik saya tidak takut, saya yakin benar kok. Nah kalau orang masih takut dengan simbol, orang takut dengan adanya patung, ya gak yakin itu, kalau dia yakin ngapain ngurusi,” ucapnya.

Penyelesaian kasus patung di klenteng Tuban tidak lepas dari belum disahkannya kepengurusan yayasan pengelola klenteng, sehingga IMB belum dapat diberikan oleh Pemerintah kabupaten Tuban. Mantan pengurus Klenteng Kwan Seng Bio, Tuban, Teguh Prabowo Gunawan mengungkapkan, pengesahan pengurus yayasan klenteng harus segera dilakukan, agar pengajuan mengajukan IMB dapat segera dilakukan.

“Pengajuan sudah, cuma karena yang memohon (IMB) itu tidak punya jabatan, tidak pengurus yang sah, jadi Bupati tidak berani mengeluarkan izin itu. Yang penting pengurus ada dulu, diserahkan kepada Bupati,” tukas Teguh Prabowo.(ptr/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.