Mendengar Dunia,  Lebih dari Sekadar Bantuan

Rudy Hartono - 21 June 2025
Ilustrasi - Menteri Sosial, Tri Rismaharini, dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, secara resmi meluncurkan program Indonesia Mendengar di GOR Basket di Baleendah, Kabupaten Bandung, Sabtu (8/1/2022). (net)

SR, Surabaya – Ketika suara mulai memudar, dunia tak lagi sama. Bagi penyandang gangguan pendengaran, alat bantu seperti hearing aids atau perangkat bantu dengar menjadi jembatan agar tetap terhubung dengan orang dan lingkungan. Namun kenyataannya, akses terhadap teknologi ini masih menjadi tantangan global.

Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1,5 miliar orang di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran, dan sekitar 430 juta di antaranya memiliki kehilangan pendengaran yang signifikan .

Alat bantu pendengaran, meliputi hearing aids dan assistive listening devices (ALD), dirancang untuk meningkatkan rasio sinyal terhadap kebisingan, membantu pengguna mendengar dengan lebih baik dalam berbagai situasi seperti ruang kelas, ruang ibadah, atau bioskop .

Jenis alat penting yang kerap digunakan:

Hearing aids: Dipasang di belakang atau dalam telinga, sering dikombinasikan dengan teknologi artificial intelegence (AI) seperti noise reduction dan konektivitas smartphone.

– ALD, misalnya sistem FM, infrared, atau induction loop, mentransmisikan audio langsung ke perangkat pengguna. Perangkat ini ideal untuk lingkungan umum yang bising .

Manfaatnya juga signifikan: penggunaan hearing aids rutin dapat menurunkan risiko demensia hingga 19 persen dan mengurangi risiko kematian sekitar 24 persen pada lansia, sebagaimana studi di The Lancet Healthy Longevity dan Healthy Hearing.

Di Indonesia, Kementerian Sosial melalui program “Indonesia Hears” telah menyalurkan hearing aids dan telepon berbasis transkripsi suara kepada difabel pendengaran sejak 2022 . Di Denpasar, bahkan telah dibangun pusat layanan Hearing Aid House untuk pemeriksaan dan perbaikan gratis bagi masyarakat kurang mampu .

Sayangnya, meski kebutuhan tinggi, akses teknologi ini masih rendah, hanya sekitar 3 persen di negara-negara berpendapatan rendah seperti diestimasi WHO . (*/dv/red)

Tags: , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.