Kemenag Sebut Gagal Paham soal Speaker Saat Ramadan, Ini Tanggapan Gus Miftah

Yovie Wicaksono - 12 March 2024

SR, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) angkat bicara terkait ceramah Gus Miftah beberapa waktu lalu di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, terkait pembatasan menggunakan speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan.

Potongan video ceramah Gus Miftah itu pun beredar di media sosial, memprotes imbauan tadarus Al-Qur’an tanpa pengeras suara. Gus Miftah membandingkan dengan acara dangdutan yang biasa dilakukan hingga pukul 1 dini hari.

“Gus Miftah tampak asbun (asal bunyi, red) dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” tegas Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie di Jakarta, Senin (11/3/2024).

“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” sambung Anna Hasbie.

Menurut Anna Hasbie, Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

Edaran ini mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.

“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” tegas Anna Hasbie.

“Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam,” jelasnya.

Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.

“Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” tandasnya.

Sementara itu, melalui keterangan tertulisnya, Gus Miftah menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyinggung Kementerian Agama soal edaran penggunaan pengeras suara. Menurutnya, pembatasan penggunaan pengeras suara juga banyak diingatkan oleh para pemuka agama lain dan bukan hanya dari menteri agama.

“Saya tegaskan, Gus Miftah tidak pernah menyebut surat edaran Kemenag RI terkait dengan pengeras suara. Karena yang menyarankan soal pembatasan speaker tersebut bukan hanya menteri agama,” tegas dia.

Ia menilai, pihak Kementerian Agama justru tidak melihat secara utuh isi dari ceramahnya. Dia pun heran jika disebut asbun atau asal bunyi oleh pihak Kementerian Agama sebab menyoal aturan penggunaan pengeras suara.

“Kemenag RI makanya jangan baper, suruh saja lihat pidato abah (sapaan akrabnya) ada nggak ditujukan kepada Kemenag, kan tidak ada? Kenapa jadi baper dengan mengatakan abah asbun?” kata Gus Miftah. (*/red)

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.