Di MIKTA Forum, Puan Pimpin Diskusi Soal Pentingnya Pemberdayaan Generasi Muda

Yovie Wicaksono - 20 November 2023

SR, Bali – Ketua DPR RI Puan Maharani memandu sesi diskusi dalam MIKTA Speakers’ Consultation ke-9 di Bali Ballroom, Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (20/11/2023). MIKTA merupakan grup negara-negara middle power (kekuatan menengah) yang terdiri dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Sementara MIKTA Speakers’ Consultation merupakan forum konsultatif Ketua Parlemen anggota MIKTA.

Sejumlah isu global menjadi pembahasan dalam forum konsultatif ketua parlemen 5 negara middle power itu, salah satunya terkait pemberdayaan gemerasi muda.

Sebagai tuan rumah, DPR RI mengusung tema ‘Strengthening Multilateralism, Addressing Intergenerational Challenges’ pada MIKTA Speakers’ Consultation tahun ini. Terdapat 3 sesi diskusi dalam pertemuan ketua parlemen MIKTA.

Adapun sesi pertama pertemuan konsultatif tersebut mengambil tema ‘Menyoal Tata Kelola Global: Bagaimana Parlemen Harus Bertindak?’. Saat menjadi moderator, Puan berharap negara middle power (kekuatan menengah) dapat ikut berpartisipasi dalam menjawab tantangan bagi masyarakat dunia, antara lain isu perubahan iklim atau climate change yang hampir dirasakan di seluruh dunia dan krisis kemanusiaan di Gaza dan Ukraina.

“Dunia dalam beberapa tahun ini telah menghadapi the perfect storm, berupa ancaman 5C yakni Covid-19, Conflict di Gaza dan Ukraina, Climate change, Commodity prices, dan Cost of living,” kata Puan.

Terkait konflik di Gaza, Puan menyayangkan Dewan Keamanan PBB yang menolak gencatan senjata dan bala bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza. Untuk itu dalam forum konsultatif parlemen negara MIKTA ini, ia berharap negara middle power bisa menjadi jembatan akan krisis kemanusiaan tersebut.

“Hal ini sebetulnya berdampak positif karena negara kekuatan menengah seperti MIKTA dapat lebih berperan di dunia internasional. Kekuatan MIKTA adalah sebagai negara demokrasi, berkekuatan menengah yang menjunjung rule of law,” terang mantan Menko PMK itu.

Puan pun berharap MIKTA dapat memperjuangkan aspirasi untuk mendorong penguatan solidaritas global dan kesetaraan antar negara. Menurutnya, dunia memerlukan tata kelola yang lebih adil, dan berupaya memperkuat kemitraan global.

“Karenanya MIKTA dapat mengisi kekosongan ini sebagai forum diantara negara middle power. Forum ini dapat menyuarakan kepentingan negara middle power, ataupun membawa perspektif di luar negara kekuatan besar,” tutur Puan.

Dalam MIKTA Speakers’ Consultation ke-9, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR ini juga berharap negara-negara middle power dapat menghadirkan pendekatan baru. Khususnya, kata Puan, untuk mendorong tata kelola global yang didasarkan keadilan dan kesetaraan.

“Sebagai model baru kerja sama lintas wilayah, kehadiran MIKTA diharapkan dapat menjadi penyeimbang di tengah rivalitas negara-negara adidaya,” jelasnya.

Sementara itu dalam sesi kedua forum konsultatif parlemen MIKTA yang mengangkat tema ‘Kebijakan Iklim yang Melampaui Janji dan Komitmen’, Puan berbicara soal dampak perubahan iklim yang membuat seluruh aspek kehidupan terkena pengaruh.

Puan juga menyinggung soal warning dari Sekretaris Jenderal PBB yang pada pertengahan tahun 2023 sudah memberi peringatan bahwa bumi telah memasuki era ‘global boiling’, bukan lagi sekadar global warming. Dampak global boiling itu membuat hampir seluruh negara merasakan dampak negatifnya.

“Indonesia sendiri mengalami fenomena cuaca ekstrem sebagai dampak super El Nino yang berakibat pada cuaca panas selama beberapa bulan terakhir. Kita juga melihat sungai Amazon mengalami kekeringan dan hilangnya mata pencaharian masyarakat,” ujar Puan.

Oleh karena itu, Puan menyebut perubahan iklim perlu ditangani secara kolektif. Ia menekankan komunitas internasional memiliki peran yang penting dalam mengintensifkan upaya mitigasi iklim yang lebih ambisius.

“Hal ini termasuk dalam target mencapai nol emisi atau net-zero emission. Untuk mencapai hal ini diperlukan aksi nyata oleh masing-masing negara,” tegasnya.

Mantan Menko PMK tersebut pun menyinggung soal Indonesia yang menargetkan pencapaian energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Selain itu juga, kata Puan, Indonesia memiliki Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 yang mencerminkan keseimbangan antara pengurangan emisi dan pembangunan ekonomi di jangka panjang.

“Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Sebagai kontribusi Indonesia, kami berkomitmen untuk terus mengurangi laju deforestasi,” ungkapnya.

Terkait aksi nyata dalam mengantisipasi perbahan iklim, Puan menilai diplomasi parlemen memainkan peran penting dalam memobilisasi berbagai aksi nyata di tingkat nasional. Parlemen disebut harus berada di garis terdepan demi menjawab seluruh permasalahan yang kompleks ini.

“Diplomasi parlemen perlu mendorong agar negara-negara tidak menerapkan hambatan perdagangan untuk tujuan lingkungan hidup. Kita harus menggunakan pendekatan positif yaitu yang memberi insentif negara yang memajukan perlindungan lingkungan,” papar Puan.

Pada sesi terakhir, pimpinan parlemen MIKTA membahas soal isu pemberdayaan generasi muda. Dalam diskusi dengan tema ‘Memanfaatkan Kekuatan Generasi Muda: Masa Depan yang Lebih Baik’, Puan mengajak parlemen MIKTA untuk menekankan komitmennya dalam memberdayakan pemuda untuk dunia yang lebih baik.

“Untuk meningkatkan peran pemuda secara maksimal, diperlukan upaya yang bertujuan untuk membangun kapasitas dan pendidikan bagi generasi muda. Kelompok muda harus dibekali keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan masyarakat,” sebutnya.

Puan menjabarkan bahwa fakta populasi generasi muda saat ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah umat manusia, yakni mewakili 16% populasi global dan berjumlah 1,8 miliar jiwa di mana anak muda ini biasanya memiliki kreativitas inovasi dan pemikiran yang out of the box. Bahkan generasi muda disebut berani mengambil risiko.

Di DPR RI, lanjut Puan, parlemen terus memobilisasi generasi muda untuk masa depan yang lebih baik. Hal ini merupakan langkah konkret sebagai bentuk advokasi peranan kaum muda dalam pembangunan.

“Pada tahun 2009, Parlemen Indonesia telah mengadopsi Undang-Undang Kepemudaan yang salah satunya Undang-undang Pemilihan Umum, ditetapkan bahwa usia minimal calon anggota parlemen adalah 21 tahun dan sebagai pemilih 17 tahun,” urai Puan.

“DPR RI juga telah membentuk Kaukus Pemuda Parlemen Indonesia (KPPI) di DPR dan Program Parlemen Remaja. Terakhir dapat disampaikan, saat ini Indonesia telah memiliki puluhan kepala daerah di bawah usia 40 tahun,” sambung cucu Bung Karno tersebut.

Untuk itu, Puan mengajak pemimpin parlemen negara MIKTA untuk memberikan porsi lebih banyak bagi generasi muda untuk menentukan nasibnya sendiri melalui keterlibatannya di dunia politik. Melalui politik, generasi muda juga dinilai dapat melayani masyarakat luas.

“Ketika politik dipenuhi kelompok muda, itu artinya pengaruh politik generasi muda akan semakin kuat. Kita perlu memastikan bahwa generasi muda mau terjun langsung ke dunia politik, termasuk menjadi anggota parlemen,” pungkas Puan. (*/red)

Tags: , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.