Bedah Buku Perjuangan TRIP, Napak Tilas Perjuangan Tentara Pelajar
SR, Surabaya – Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar Bedah Buku Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) di Aula Garuda Mukti Kampus MERR-C, Sabtu (11/11/2023), dalam rangka memperingati Hari Pahlawan.
Buku dengan judul TRIP “Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir Zaman” ini merupakan adopsi naskah asli karya (Alm) Roestono Soeparto Koesoemo, salah satu pejuang TRIP kala itu.
Naskah asli buku ini berjudul TRIP – The Uneven Battle Along Mt. Salak Street, Malang, and the Surrounding Area Thursday, July 31, 1947; TRIP face-to-face with The Dutch Colonial Forces yang disusun oleh (Alm.) Roestono selama 10 tahun, 31 Juli 1992–31 Juli 2002. Atas pesan (Alm.) Roestono sebelum wafat, naskah asli ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Masyarakat pun bisa mengakses buku setebal 766 halaman ini secara gratis melalui ponsel pintar yang tersedia dalam dua versi, versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Ketua Panitia sekaligus motor terbitnya buku ini, Prof. Prasetio, menyampaikan bahwa membaca karya ini bagaikan mengendarai sebuah mesin waktu yang tidak hanya membawa pembaca ke era perjuangan penyusun buku ini dan rekan-rekan seperjuangannya, tetapi juga bagaikan membawa pembaca napak tilas perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
“Satu hal yang mengharukan dari karya ini adalah, bukan hanya beliau telah secara tulus berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk kemerdekaan bangsa dan negara, namun beliau juga ingin memastikan, generasi pendahulu yang telah gugur, dan generasi masa depan yang kala itu bahkan belum dilahirkan, dapat bertemu tatap, berjabat tangan, dan saling serah terima tongkat estafet perjuangan,” tutur Prasetio yang juga menantu (Alm.) Roestono sekaligus Anggota Wali Amanat Universitas Airlangga Periode 2022-2027.
Rektor UNAIR, Mohammad Nasih mengatakan, buku ini secara detail menceritakan bagaimana pasukan ini berjalan kaki, melintasi ratusan kilometer jalan setapak di belantara hutan rimba yang penuh onak duri dan binatang berbisa. Mereka bergerak senyap sebagai kesatuan gerilya, menggempur, dan menghilang, menebar frustrasi dan ketakutan di pihak pasukan penjajah.
Ditambahkan Nasih, kalau saat ini tentara dan pelajar adalah dua entitas yang berbeda, mereka yang mau jadi tentara harus menyelesaikan dulu status pelajarnya. Namun, itu tidak berlaku pada masa lalu, di era Perang Kemerdekaan, kata “Tentara Pelajar” justru identik dengan peran heroik yang dimainkan para pelajar SMA dan SMP dalam perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan dalam kurun waktu 1945-1949.
“Eskalasi meletusnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, ketahanan dan semangat juang Republik Indonesia muda yang baru saja berdiri diuji untuk pertama kalinya. Di tengah-tengah dahsyatnya amukan kecamuk pertempuran di Surabaya itulah lahirlah eksponen pelajar bersenjata yang kemudian mengkonsolidasikan diri menjadi Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Komando Jawa Timur,” tegasnya.
“Ini catatan penting yang harus diketahui oleh semua kalangan. Dan Unair berbangga saat ini, ketika buku ini di bedah di kampus yang punya nilai dan hubungan emosional dan historis dengan TRIP,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Paguyuban Mas TRIP yang juga Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan, buku ini berperan penting dalam menjembatani estafet semangat perjuangan, dari Angkatan ‘45 ke generasi milenial di abad ke-21 ini.
“Buku ini diharapkan menjadi media agar estafet semangat perjuangan dan rasa cinta tanah air dapat terus berjalan berkesinambungan, menghubungkan dua generasi yang berbeda zaman,” tegas Destry, panggilan akrabnya.
Destry lalu mengutip pernyataan proklamator kemerdekaan RI, Bung Karno, “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia.” Makna pernyataan tersebut, ia yakini, pada era masa lalu para pemuda berjuang mempertahankan kemerdekaan, sedangkan pemuda era abad ke-21 harus memberikan darmabakti dalam wujud yang lain, yaitu mengisi kemerdekaan.
Ditambahkan Destry, selaku pengurus Paguyuban Mas TRIP, karya ini memiliki nilai sejarah yang tak ternilai harganya. “Di buku ini memuat daftar yang cukup terperinci mengenai kontribusi para eksponen TRIP (khususnya dalam periode 1976–1986) di berbagai wilayah pedesaan tempat mereka dahulu berjuang. Bentuk kontribusi ini cukup banyak dan beragam, rata-rata berupa bangunan sekolah, balai desa, fasilitas kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Tentunya, seluruh kontribusi eksponen TRIP tersebut memerlukan perawatan dan pemeliharaan,” katanya.
Sekadar informasi, acara ini dihadiri sekira 400 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, keluarga besar TRIP, para birokrat, dan pemerhati sejarah. (*/red)
Tags: Buku Perjuangan TRIP, napak tilas, Perjuangan Tentara Pelajar
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.





