Pendaki Difabel Taklukkan 3 Puncak Siap Dilibatkan Misi Mitigasi Bencana

Rudy Hartono - 4 November 2025
Tim pendaki Difpala Seven Summits II berada di puncak Gunung Welirang dalam kondisi sangat baik, 26-28 Oktober 2025. (foto: Istimewa)

SR, Malang – Misi Difabel Pecinta Alam (Difpala) Seven Summits II (mendaki 7 puncak gunung) berhasil diselesaikan dengan penuh semangat dan solidaritas. Selama tiga hari, sejak 26 hingga 28 Oktober 2025, para pendaki difabel menaklukkan tiga puncak di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Raden Soerjo—Gunung Kembar I, Kembar II, dan Welirang.

Pendakian ini bukan sekadar petualangan, tetapi kampanye nyata untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang inklusif. Kegiatan yang diinisiasi Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) bersama Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Kegiatan  ini menegaskan bahwa keterbatasan fisik bukan alasan untuk berhenti berbuat. Sebaliknya, para difabel justru tampil di garda depan, menunjukkan bahwa mereka juga mampu berkontribusi dalam pelestarian alam dan kesiapsiagaan bencana.

Pimpinan Badan Penanggulang Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang melepas tim pendaki Difpala Seven Summits II membawa misi “Pengurangan Risiko Bencana Nasional” , 26-28 Oktober 2025. (foto: Istimewa).

Founder LINKSOS, Ken Kerta, menjelaskan bahwa pendakian ini lahir dari semangat untuk menghapus stigma dan memperjuangkan hak-hak disabilitas dalam isu kebencanaan.

“Setiap pendaki bertanggung jawab atas pilihannya sebagai pecinta alam. Tapi bagi Difpala, kolaborasi lintas sektor bukan berarti kehilangan kemandirian—justru itu bentuk keberhasilan gerakan inklusi,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan Difpala bukan hanya soal mencapai puncak gunung, tetapi tentang membuka pandangan masyarakat bahwa isu kebencanaan juga harus melibatkan penyandang disabilitas.

“Kami ingin masyarakat paham bahwa difabel punya kapasitas dan keberanian. Pengurangan risiko bencana tidak boleh eksklusif, tapi harus untuk semua,” tegas Ken.

Pendakian ini mendapat dukungan luas dari berbagai lembaga, seperti Badan Penanggulang Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, BPBD Kota Batu, Tahura Raden Soerjo, KADE Outdoor, serta Malang Creative Center. “Dukungan tersebut tidak hanya berupa logistik dan peralatan, tapi juga pelatihan mitigasi dan pendampingan selama pendakian,” imbuh Ken.

KADE Outdoor, toko peralatan pendakian dan aktitivitas alam bebas, salah satu pendukung Tim pendaki Difpala Seven Summits II membawa misi pendakian dan pengurangan risiko bencana nasional, 26-28 Oktober 2025. (foto: Istimewa)

Salah satu peserta, Cakrahayu Arnavaning Gusti, mengungkapkan rasa syukurnya atas kerja sama yang solid antara tim dan para relawan. “Bagi kami, keselamatan adalah prioritas utama. Setiap langkah di gunung adalah bukti bahwa kebersamaan bisa mengalahkan keterbatasan,” katanya.

Sementara itu, Asmujiono, pendaki legendaris yang pernah menaklukkan Gunung Everest, turut memberikan pesan penting dalam kegiatan ini. “Pendampingan pendakian dan mitigasi risiko harus menjadi perhatian utama. Difabel juga punya batas fisik, tapi dengan dukungan tepat mereka bisa mencapai hal luar biasa,” tuturnya.

Kegiatan ini juga menjadi ajang perkenalan bagi Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD PB) Kabupaten Malang, yang baru diresmikan pada Juli lalu. Melalui pendakian ini, LINKSOS ingin menunjukkan bahwa pelibatan difabel dalam kebijakan kebencanaan bukan wacana, melainkan praktik nyata.

Keberhasilan Difpala Seven Summits II menjadi bukti bahwa semangat, keberanian, dan kolaborasi dapat menembus segala batas. Seperti kata Ken Kerta, “Pendakian ini bukan hanya tentang puncak gunung, tapi tentang menaklukkan stigma dan menegakkan inklusi di bumi Indonesia.” (*/red)

Tags: , , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.