Menggali Makna 4 Pilar Kebangsaan dalam Diri Manusia

Rudy Hartono - 2 September 2024
Ade Sri Hayati melakukan pemetaan permasalahan penghayat kepercayaan di Gedung Sanggar Candi Busana Sapta Darma, Surabaya,Minggu (1/9/2024). (foto:niken oktavia/superradio.id)

SR, Surabaya – 4 Pilar atau biasa disebut soko guru Bangsa Indonesia merupakan landasan kokoh untuk menjaga persatuan, kesatuan dan keberagaman bangsa Indonesia. Keempat pilar itu Pancasila, UUD I945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

Bahkan, leluhur atau sesepuh seringkali berkelakar “Indonesia nek gak manggon ‘45, awak-awak Pancasila gak ono gunane (Indonesia kalau tidak Merdeka 1945, kita memiliki Pancasila tidak ada manfaatnya)”. Lantas apa makna dibaliknya?

Perempuan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Ade Sri Hayati menjelaskan, Konstitusi Negara, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ternyata juga merupakan dasar isinya manusia.

“Ada angka 1945. 1+9=10, satu itu aku, isinya dari Tuhan yang memberikan kita hidup. 0 kosong klowong itu kerangka manusia. 4+5=9. Sembilan itu isinya apa? Panguwoso songo, (pengendalian sembilan perilaku)” terangnya kepada superradio.id  di Sanggar Candi Busana Sapta Darma, Surabaya, Minggu (1/9/2024).

Adapun panguwoso songo adalah “Pangucap mulut (menjaga lisan), panggondo hidung, peningal mata (penglihatan), pangrungon kuping, grayang tangan, langkah kaki, saraf, ati, otak. Kalau tidak ada panguwoso 9 itu orang gak akan hidup,” lanjutnya.

Panguwoso songo ini, kata Ade, bentuknya berbeda tapi tidak perlu diperintah sudah mengerti dan sudah saling bersinambungan. Berbeda fungsi tetapi satu tujuan, sama halnya dengan makna semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika, walau berbeda tetap satu jua.

Sementara itu, NKRI harga mati, manusia hidup itu seratus persen sehat jasmani dan sehat rohani. Keduanya bekerja untuk kehidupan. Sebab, manusia harus berbudi daya.

Perempuan yang sekaligus menjadi ketua Puan Hayati Jawa Timur itu menuturkan, di dalam Dasar Negara Pancasila pun mengandung lima hal yang tidak bisa dipisahkan di dalam diri manusia.

“Satu, kalau sudah bertuhan itu orang biasanya akan beradab. Sila kedua, sudah beradab itu mudah untuk diajak bersatu seperti sila ketiga. Keempat, kalau sudah bersatu mudah diajak bermusyawarah, selanjutnya maka terciptalah keadilan sosial dari dalam diri,” terangnya.

“Di situ tidak ada saling memusyrikan dan saling berbuat jahat. Adanya gotong-royong, guyub rukun, mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,” imbuhnya.

Puan Hayati Jawa Timur pada acara diskusi terumpun di Gedung Sanggar Candi Busana Sapta Darma, Surabaya, Minggu (1/9/2024). (foto:niken oktavia/superradio.id)

Ade menjelaskan, pihaknya ingin semuanya satu misi untuk berbakti sosial kepada bangsa, negara dan setiap manusia.

Yang harus dilakukan, Ade membeberkan “Aku wong urip, lahir ngawulo negoro, batin ngaji roso, aku ngawulo gusti,” terangnya.

Lahir ngawulo negoro itu misalnya bayar pajak, menaati aturan negara. Ngaji roso itu sama halnya dengan, sebelum kita lakukan sesuatu maka harus dirasakan dulu. Apakah nanti bakal menyakiti diri sendiri dan orang lain atau tidak. Jika ngaji roso ini benar dilaksanakan, maka ngawulo gusti akan dilaksanakan.

“Jadi setiap manusia kan pastinya ingin berbuat baik kepada siapapun, kepada bangsa dan negara dan setiap manusia. Nah, berbuat baik ini maka di dalam dirinya sendiri ya harus baik dulu,”

Kalau batin baik, Ade menjelaskan, maka lahir akan mengikuti. Keduanya harus seimbang sehingga keagungan Tuhan bisa dirasakan.

“Jika mendalami itu, maka kita dalam hidup bermasyarakat itu pasti enak, persatuan itu mudah dilakukan,” pungkasnya. (nio/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.