Maca Aksara Wurare, Arca Joko Dolog jadi Simbol Persatuan
SR, Surabaya – Sekira 70 pegiat budaya dan sejarah kompak berkumpul di pelataran area Joko Dolog Surabaya pada Sabtu (15/11/2025) malam.
Bertajuk “Maca Aksara” kegiatan yang masuk dalam rangkaian gelaran Amenangi Wurare tersebut diisi dengan diskusi sekaligus mendalami makna pahatan aksara yang melingkar di prasasti wurare, arca Joko Dolog.

Tampak peserta dari berbagai daerah khusyuk menyimak diskusi sekaligus belajar terkait aksara. Ketua Panitia, Choirul Anam menyebut, kegiatan ini penting digelar guna agar masyarakat lebih paham tekait makna prasasti itu. Caranya, dengan membaca tulisan sansekerta yang terpahat di prasasti wurare, didampingi para ahli aksara.
“Ini penting karena sesuai tema adalah untuk memperingati arca Joko Dolog. Harapannya teman teman menambah wawasan agar semangat belajar khususnya belajar aksara dan bahasa,” tutur Ketua Seduluran Abdi Dalem Joko Dolog itu.
Penyatuan Jenggala dan Panjalu
Lebih lanjut terkait isi prasasti yang bertanggal 21 November 1289 M atau 1211 Saka itu, pihaknya mendatangkan beberapa narasumber. Salah satunya Iwan Prasetyo, seorang pegawai swasta yang telah lama menjadi penggiat aksara.

Menurutnya, prasasti Wurare termasuk salah satu peninggalan yang unik, sebab prasasti ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno namun isinya menggunakan bahasa Sansekerta.
Tak sekadar memperingati penobatan arca mahaksobhya sebagai penghormatan kepada Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari. 19 isi prasasti berbahasa sansekerta tersebut juga punya makna utama terkait persatuan. Yaitu upaya raja Singosari Wisnuwardhana untuk meredam perpecahan antara kerajaan Jenggala dan Panjalu.
Iwan menjabarkan, di masa lampau sekira 100 tahun sebelum arca dibangun, wilayah Jawa terpecah dua menjadi Jenggala dan Panjalu yang berlanjut di era berikutnya hingga di masa kerjaan Singosari.
Namun raja saat itu, Wisnuwardhana, tak ingin ada perpecahan, sehingga dibangunlah sebuah prasasti wurare yang dirupakan dalam wujud arca mahasokbhya, dan menjadi simbol penyatuan.
“Lalu walaupun di era berikutnya sudah berganti Dhaha, tapi raja Singosari ingin menyatukan kembali makanya ditulis disini yaitu menyatukan kembali bumi tersebut, bumi yang sudah dipisah,” ujarnya.
Hal ini tercatat pada isi prasasti poin ke 7-9 sebagai berikut :
* kin tu yasmāt rarakşemām Jaya Śrī Vişņu Varddhanah/ Śrī Jaya Varddhanī bhāryo jagannāthottamah prabhuh //7//
Arti : tetapi, dalam hal ini Raja Sri Jaya Wisnuwadhana (dan permaisuri Sri Jayawardhani, Raja terbaik yang menjaga menata yang terutama.
* ājanmapariśuddhāṅśaḥ/ kṛpāluḥ dharmmatatyaraḥ/ pārthivānandanaṅ kṛtvā/ śuddhakīrtiparākramāt //8//
arti :Kelahirannya tersucikan dan termurnikan, teranugrahi ketekun menjalankan dharma, penyebab kebahagiaan di Bumi. Mempunyai keberanian yang suci dan kuat
* ekīkṛtya punar bhūmīṃ/ prītyārthaṃ jagatāṃ sadā/ dharmma saṅ rakṣaṇārthaṃ vā/ pitrādiṣṭhāpanāya ca //9//
Arti : dalam bertindak mempersatukan kembali bumi (maksudnya mempersatukan kembali Janggala dan Pangjalu), supaya menentramkan dan memakmurkan rakyat, menjalankan hukum yang membawa kemakmuran, peninggalan nenek moyang sebagai landasan perniagaan.

Tak hanya itu, isi prasasti juga menunjukkan cerdasnya ilmu para pendahulu. Dimana raja-raja dan mpu era kerajaan memerlukan 13 elemen untuk menulis sebuah prasasti.
“Jaman dulu untuk menulis prasasti itu ada 13 elemen yakni elemen watu, jyotisha, dan astronomi atau rasi bintang yang disebut rasi tula dan tula adalah linra jadi perkiraan prasasti ini dibuat di bulan libra tapi disini disebut asuji,” sebutnya.
Dari sana, terungkaplah fakta peresmian prasati wurare yang diperkirakan terjadi di bulan Tula, Asuji yang sekarang dikenal dengan periode zodiak Libra. Hal ini tercatat pada poin ke-14 dari isi prasasti.
* bhavacakre śakendrābde/ māse cāsujisaṃjñake/ pañcamyāṃ śuklapakṣe ca/ vāre pakabu saṃjñake.
Arti : Pada tahun Śaka Bhawa Cakra (1211 Śaka), pada bulan yang disebut Asuji, pada tanggal 5 śuklapakṣa (paruh terang bulan), pada hari yang disebut Pa-ka-bu (Sadwara : Paningron, Pancawara : Kaliwuan, Saptawara : Budha / Rabu).
“Asuji ini termasuk nama bulan di sansekerta. Ketika prasasti ini diresmikan itu di posisi tula yakni libra,” tuturnya.
“Jadi beliau raja Wisnuwardhana, dan diteruskan anaknya itu gak kepengen seperti itu, jadi dibangun arca ini supaya ingat ayo bersatu,” jelasnya.

Langkah Awal Pelestarian Aksara
Kegiatan “Maca Aksara” turut mendapat apresiasi dari banyak pihak. Salah satunya Pegiat Komunitas Puri Aksara Rajapatni Nanang Purwono. Menurutnya, hal ini bisa menjadi langkah awal untuk mengenalkan aksara dan literasi kuno ke masyarakat dengan cara yang menyenangkan.
Peserta bisa langsung belajar melihat langsung sambil mengkaji makna prasasti. “Paling tidak mata kita terbiasa lagi melihat aksara jawa. Yang perlu kita pahami adalah nilai dari wurare dan bagian penting tentang peradaban bangsa sebagai bangsa yang memiliki aksara,” ucapnya.
Ia pun mengakui, ada tantangan tersendiri untuk mengenalkan aksara kuno saat ini. Namun ia yakin perkembangan literasi tersebut tidak akan punah.
“Ketika tempat ini makin menarik perhatian banyak orang maka mereka jadi tahu, kami juga coba ke masyarakat dan mengenalkan meteka. Di kelas kami itu gratis kami mengenalkan aksara kita sehingga makin mengenal filosofinya, aksara yang ada di manuscript atau lontar,” pungkasnya. (hk/red)
Tags: Jawa kuno, Joko Dolog, Prasasti, sansekerta, superradio.id, wurare
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.




