KPS2K Optimasi Medsos dan Kolaborasi Lintas Organisasi Profesi Desakkan Pembangunan Inklusif dan Berkeadilan

Rudy Hartono - 30 November 2025
Peserta dan pembicara dialog terbuka bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pembangunan Inklusif” di Hotel Bisanta Bidakara, Surabaya, Kamis (27/11/2025). (foto : vico wildan/superradio.id)

SR,Surabaya – Upaya mewujudkan pembangunan inklusif dan berkeadilan di Jawa Timur tidaklah berjalan mulus seperti yang diperkirakan. Banyak batu sandungan yang harus dilalui seperti hambatan birokrasi, minimnya alokasi anggaran, dan keterbatasan ruang publikasi.

Realitas ini menjadi fokus utama dalam Dialog terbuka bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pembangunan Inklusif” yang digelar oleh Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) di Hotel Bisanta Bidakara, Surabaya, pada Kamis (27/11/2025). Dialog dihadiri perwakilan organisasi masyarakat sipil, akademisi, komunitas perempuan, wakil pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Joris Lato, perwakilan dari Yayasan Embun Surabaya dan Jaringan Sekolah Perempuan Akar Rumput, menyoroti tantangan implementasi program dari KPS2K di tingkat lokal. Menurutnya, meskipun dokumen perencanaan sudah memasukkan isu inklusi, pelaksanaannya seringkali terhambat.

Direktur Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) Iva Hasanah mengevaluasi GEDSI dalam meng-golkan  program iklusif di Hotel Bisanta Bidakara, Surabaya, Kamis (27/11/2025). (foto : vico wildan/superradio.id)

“Tantangan bukan pada ide saja, namun juga pada prioritas dari kepala daerah dan detail teknis anggaran. Perencanaan pembangunan inklusif sering kali terhenti di meja birokrasi karena dianggap masih belum kuat, sehingga sulit dijadikan prioritas anggaran,” ungkap Joris.

Ia menekankan bahwa advokasi kini harus berfokus pada detail teknis agar proposal perencanaan bisa diterima sebagai program prioritas yang memiliki dasar hukum dan alokasi dana yang jelas.

Direktur KPS2K, Iva Hasanah, menambahkan bahwa perjuangan mewujudkan partisipasi bermakna memerlukan lebih dari sekadar pengakuan. “Keadilan sosial bagi perempuan, disabilitas, dan kelompok marjinal tidak datang sendiri. Kita harus mengetuk pintu dan mendobrak tembok yang kokoh, dan itu butuh dorongan bersama-sama,” ujar Iva.

Pemimpin Redaksi Super Radio, Yovinus Guntur Wicaksono , pembicara dialog terbuka bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pembangunan Inklusif” di Hotel Bisanta Bidakara, Surabaya, Kamis (27/11/2025). (foto : vico wildan/superradio.id)

KPS2K yang mempromosikan konsep pembangunan Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) butuh waktu cukup panjang untuk bisa diakomodasi pemerintah daerah. Bersyukurnya saat ini kelompok perempuan dan kelompok rentan hasil gemblengan Sekolah Perempuan (Sekoper) KPS2K itu telah dilibatkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) sehingga program kerja pemeritah daerah lebih tepat sasaran.

“Konsep pembangunan GEDSI yang kami gagas tidak bisa hanya sekadar dicantumkan di atas kertas. Jika kita hanya mengakui keberadaan kelompok rentan tanpa memberikan ruang representasi suara dan menjamin redistribusi sumber daya yang adil, maka kita gagal mewujudkan keadilan sosial seutuhnya,” ungkap Iva.

Peserta  kelompok perempuan dan kelompok rentan hadiri dialog terbuka bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pembangunan Inklusif” di Hotel Bisanta Bidakara, Surabaya, Kamis (27/11/2025). (foto : vico wildan/superradio.id)

Salah satu solusi meretas hambatan  birokrasi dan hambatan norma sosial patriarki, usulannya  memperluas ruang diskusi dan publikasi. Hal ini dilontarkan, Pemimpin Redaksi Super Radio, Yovinus Guntur Wicaksono.

“Memperluas ruang diskusi melalui kolaborasi dengan berbagai organisasi-organisasi profesi untuk membangun kesadaran bersama yang  pada akhirnya akan melahirkan tekanan publik,” cetus Yovie yang juga aktivis Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Surabaya itu.

Peluang memperluas publikasi, lanjut Yovie, dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan media digital dan platform sosial sebagai ruang publik yang dinamis dan terdesentralisasi. “Pegiat pejuang kelompok perempuan dan marjinal penting melakukan adaptasi digital melawan narasi tunggal. Jika itu dilakukan, saya yakin suara perempuan dan kelompok marjinal akan didengar  bahkan diperhatikan di tengah kebisingan informasi,” imbuhnya.

Seminar yang berlangsung hangat ini menjadi ajang konsolidasi pengetahuan. Perwakilan Sekolah Perempuan (Sekoper) Gresik dan Lumajang turut berbagi pengalaman tentang bagaimana mereka mengubah data pribadi menjadi alat advokasi yang kuat. Sementara akademisi memberikan perspektif ilmiah mengenai indikator GEDSI yang relevan untuk RPJMD mendatang. (js/red)

Tags: , , , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.