KPI Jatim Dorong Urgensi Penguatan Infrastruktur Keterbukaan Informasi Publik
SR, Surabaya – Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI) Wilayah Jawa Timur mendorong urgensi penguatan infrastruktur keterbukaan informasi publik (KIP) dalam rangka menjamin transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sekaligus untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, inklusif, serta pembangunan yang berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh peneliti dari KPI Jatim, Siti Istianah saat media briefing keterbukaan informasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yang juga dalam peringatan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) di Surabaya, Sabtu (2/12/2023).
Adapun infrastruktur yang dimaksud adalah terkait Sumber Daya Manusia (SDM), mulai dari jumlah, kapasitas, dan kejelasan tupoksi SDM. Kemudian pengembangan pangkalan data informasi publik yang terintegrasi dalam satu data, dimana Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) bertanggungjawab atas informasi di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Serta berjalannya fungsi monitoring evaluasi keterbukaan informasi.
Menurutnya, meskipun Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No. 1 tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) telah dikeluarkan dua tahun lalu, faktanya untuk mendapatkan informasi tentang Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) sesuai regulasi UU KIP tidak mudah dilakukan.
“Ternyata alur birokrasi ini rumit sekali, padahal PerKI mengklasifikasikan informasi PBJ sebagai informasi yang wajib diumumkan secara berkala oleh badan publik dan secara otomatis juga menjadi informasi yang wajib tersedia setiap saat,” katanya.
Fakta tersebut diketahui setelah KPI melakukan asesmen keterbukaan informasi publik di sektor PBJ pada sektor pelayanan publik tentang pengentasan masalah stunting, pembangunan fasilitas umum yang ramah kelompok rentan (perempuan, lansia, dan disabilitas), serta pencegahan kekerasan seksual di Jawa Timur sejak Mei-September 2023.
“Hasilnya, semua informasi PBJ yang diminta tidak diberikan secara lengkap oleh Provinsi Jawa Timur sedangkan informasi lengkap diberikan oleh Kabupaten Tuban terkait belanja bahan makanan dan minuman di Dinas Kesehatan mulai dari dokumen kontrak, Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), laporan penyelesaian pekerjaan, berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan, hingga angka stunting Kabupaten Tuban,” ujarnya.
Sementara tiga permohonan informasi lainnya terkait pengadaan dan pemasangan alat penerangan jalan umum di 10 lokasi yang dilakukan Dinas Perhubungan Jatim; pembangunan sarana prasarana air bersih yang dilakukan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Jatim, serta informasi terkait perbaikan lampu jalan penerangan umum yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, hanya diberi ringkasan informasi mengenai kontrak, penyelesaian pekerjaan, dan pemeriksaan hasil pekerjaan.
“Berbagai dinamika komunikasi dan koordinasi menyertai permohonan informasi yang diajukan sampai dikirimkannya keberatan informasi kepada Sekretaris Daerah wilayah kabupaten dan provinsi,” kata Isti.
Berdasarkan analisis masalah keterbukaan informasi PBJ, lanjut Isti, hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan PPID dalam melayani permohonan informasi PBJ, lalu PPID di perangkat daerah belum menjadi jabatan khusus, melainkan sekadar menjadi tugas tambahan, kemudian masih banyak dokumen informasi public yang masih berbentuk hardcopy hingga alur birokrasi yang rumit dalam pengelolaan informasi.
Staf Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni menambahkan, adapun implementasi yang belum berjalan baik, diantaranya disebabkan karena adanya kekhawatiran akan disalahgunakannya informasi yang diberikan.
“Jadi masih ada Badan Publik yang menilai cukup hanya dengan memberikan ringkasan informasi, lalu menilai bukan sebuah kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik, minimnya sosialisasi mengenai keterbukaan informasi PBJ, serta korupsi dan praktik kecurangan lainnya dalam PBJ menimbulkan kekhawatiran dan resistensi terhadap transparansi PBJ,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi (KI) Jatim, Edi Purwanto mengatakan, di dalam pasal 5 PerKI menegaskan, Badan Publik wajib menyediakan, membuka, dan memberikan informasi publik dengan cara sederhana; menyediakan informasi publik yang akurat; membangun dan mengembangkan sistem penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayan informasi.
Kemudian wajib membuat pertimbangan tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik, sekaligus melakukan uji konsekuensi untuk informasi yang dikecualikan.
“Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang dapat membahayakan negara, berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha, berkaitan dengan hak-hak pribadi, berkaitan dengan rahasia jabatan, informasi yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan atau informasi publik yang dikecualikan berdasarkan ketentuan undang-undang,” pungkasnya. (fos/red)
Berita Terkait
Tinggalkan komentar
Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.





