Anggota DPRD Jatim Minta Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditinjau Ulang

Yovie Wicaksono - 4 July 2023
Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur, Daniel Rohi. Foto : (Super Radio/Hamidiah Kurnia)

SR, Surabaya – Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim), Daniel Rohi meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meninjau ulang Surat Edaran (SE) Nomor B.701/MEN-KP/VI/2023. Sebab, SE tersebut dinilai membebani para nelayan kecil.

Surat edaran tentang migrasi perizinan berusaha sub sektor penangkapan ikan dan perizinan berusaha pengangkutan ikan, ditandatangani Menteri KP, Sakti Wahyu Trenggono pada 7 Juni 2023.

Daniel Rohi menyoroti poin (a) dan (b) yang menjadi kewenangan Menteri KP seperti tertuang dalam surat edaran. Poin (a) menyebutkan, kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan kumulatif 5 (lima) gross tonnage dan beroperasi di Wilayah Kawasan Konservasi Nasional.

Sementara poin (b), kapal penangkap ikan berukuran di atas 5 (lima) gross tonnage sampai dengan 30 (tiga puluh) gross tonnage dan beroperasi di atas 12 mil laut dan atau laut lepas.

“Dua poin itu memberatkan nelayan kecil dan menengah. Mereka juga kesulitan menentukan wilayah penangkapan ikan sesuai kapasitas kapal (GT),“ kata legislator asal PDI Perjuangan ini.

Sebab, lanjutnya, jika mengacu ketentuan tersebut, maka nelayan harus mengurus perizinan penangkapan ikan di KKP.

Daniel Rohi juga menampung keberatan dari para nelayan di kawasan Sendang Biru Kabupaten Malang. Di tempat ini, ada sekira 3 ribu orang nelayan kecil, anak buah kapal (ABK) dan pemilik kapal. Sementara kapasitas kapal yang ada sekitar 3 sampai 30 gross tonnage.

Para pengusaha perikanan dan nelayan mengeluhkan besarnya pungutan berupa PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sebesar 5 persen dari harga total tangkapan. Selain dinilai cukup tinggi, juga tidak ada pengaturan yang jelas ihwal pembagian persentasenya.

Selama ini, nelayan membayar retribusi kepada Pemkab Malang melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Besarannya 3 persen dari total hasil tangkapan, dengan pembagian masing-masing sebesar 1,5 persen oleh nelayan dan pembeli. Hasil retribusi ini mampu mendulang pendapatan asli daerah berkisar Rp 5 miliar per tahun.

Keluhan lainnya yakni perihal peralatan pemantau posisi yang akan dipasang di tiap kapal. Peralatan tersebut seharga Rp 4 juta per unit.

Berdasarkan keluhan dari nelayan, Daniel Rohi meminta pemerintah pusat dalam hal ini kementerian kelautan dan perikanan untuk meninjau ulang pemberlakukan surat edaran tersebut.

“Sembari mengkaji ulang sesuai regulasi yang ada dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Dan yang terpenting, mempertimbangkan kondisi perekonomian nelayan akibat hasil tangkapan yang tak menentu karena perubahan iklim,“ pungkas Daniel Rohi. (*/red)

Tags: , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.