Serunya Siswa SLB Membuat Kue dan Cokelat

Yovie Wicaksono - 24 October 2018

SR, Ponorogo – Ada yang berbeda dari aktivitas sebuah toko di Jalan Parang Ukel, Ponorogo, yang setiap pagi sibuk membuat aneka macam kue. Kali ini bukan karyawan toko yang sibuk membuat kue, melainkan belasan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) tampak asyik membuat dan menghias kue sert cokelat.

Mereka sekilas terlihat layaknya orang normal, namun sebelum praktek, beberapa guru pendamping memberikan arahan dengan bahasa isyarat. Sebanyak 11 siswa ikut dalam kegiatan ini.

Amad (17) salah seorang siswa penyandang tuna rungu di SLB Negeri Jenangan, Jalan Niken Gandini Ponorogo, terlihat fokus menghias kue dan membuat cokelat. Sesekali ia melirik hasil dari guru pengajarnya.

Siswa kelas 11 SMA ini ingin hasil kuenya sama persis dengan apa yang dicontohkan. Meski mengalami kesulitan, Amad terus memperhatikan contoh kue, sembari tangannya membuat kue miliknya.

“Ini kegiatan outing class, jadi anak-anak saya ajak ketempat yang bisa mengasah keterampilan mereka,” tutur Tina Kristiana, salah satu guru pendamping, Rabu (24/10/2018).

Tina menjelaskan, kegiatan seperti ini dipercaya dapat mengasah keterampilan anak didiknya, seperti menghias kue dan membuat cokelat. Anak-anak diharapkan dapat memanfaatkan momen ini sebagai pacuan untuk membuka usaha kedepan.

“Kalau anak SLB kan kesulitan mencari pekerjaan, jadi anak-anak kami bekali dengan keterampilan untuk bisa mendapatkan pekerjaan,” terangnya.

Menurutnya, kemampuan anak didiknya memang berbeda dengan kemampuan orang normal pada umumnya. Namun, ia yakin dari segi keterampilan, anak penyandang disabilitas ini dapat dikembangkan dengan baik. Tina lebih memilih mengajar dengan cara praktik langsung, agar kemampuan anak didiknya dapat berkembang lebih baik.

“Hari ini ada 11 murid yang saya ajak, terdiri dari tunagrahita, tunadaksa dan tunarungu. Tunarungu ini yang harus pakai bahasa isyarat, kalau tunagrahita kemampuan berfikirnya dibawah rata-rata, bisa mendengar dan menangkap tapi fisiknya beda,” jelasnya.

Sementara itu, pemilik toko kue sekaligus tempat pelatihan, Emi Atikah mengatakan, mengajar para siswa difabel ini memberikan pengalaman tersendiri baginya. Meski terkendala komunikasi, Emi kagum dengan kegigihan anak-anak ini.

“Mereka lebih teliti dan rapi. Maunya sempurna seperti yang dicontohkan,” ungkapnya.

Emi pun berharap dapat menjalin kerjasama dengan mereka, jika kelak telah menyelesaikan pendidikannya.

“Selain membuat kue, anak-anak juga kami ajak melukis di caping sebagai penutup. Biar mereka senang dan pulang bawa oleh-oleh untuk keluarga di rumah,” pungkasnya.(gs/red)

Tags: , ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.