Pemuda Ponorogo Sukses Kembangkan Hidroponik

Yovie Wicaksono - 17 May 2018
Yahya dengan tanaman hidroponiknya (foto : Superradio/Gayuh Satria)

SR, Ponorogo – Berawal dari hobi bercocok tanam, Tantowi Yahya (29 tahun) berani melepas pekerjaan awalnya sebagai pelayar semenjak 3 tahun lalu. Padahal pekerjaan menjadi pelayar di kapal kargo sudah ditekuninya selama 7 tahun. Pria yang akrab disapa Yahya ini setelah menikah kemudian beralih profesi menjadi petani Hidroponik. Meski hanya mengandalkan halaman rumahnya, dia sanggup menanam 400 lebih titik tanam.

“Karena jarang yang menanam hidroponik dan keterbatasan lahan juga saya lebih memilih untuk menanam sayuran dengan cara ini,” kata Yahya, Kamis (17/5/2018).

Ia menjelaskan awal memulai bercocok tanam menggunakan sistem hidroponik, dilakukan dengan belajar otodidak dan dari teman. Meski sudah 3 tahun mendalami hidroponik, ia mengaku masih terus belajar. Kemudian Yahya bersama teman-teman yang tergabung dalam komunitas hidroponik matraman, bekerjasama memasarkan sayuran serta melakukan diskusi.

“Biasanya saya membeli sayur dan benihnya dari teman-teman komunitas, karena saya tinggalnya di pinggir kota sehingga saya bertugas sebagai marketingnya, dan saat ini memang kami bekerjasama dengan beberapa rumah makan yang ada di kota,” jelasnya.

Yahya menerangkan bahwa ia menggunakan konsep NFT (Nutrient Film Technique) dalam menanam hidroponiknya. Pada konsep ini air tidak menggenangi akar, akan tetapi air dialirkan secara terus-menerus yang ditampung di kolam menggunakan pompa listrik. Ia yakin dengan konsep NFT akar tanaman akan tercukupi oksigen sehingga tanaman akan lebih cepat panen.

“Bayam merah jika ditanam di tanah satu bulan baru bisa dipanen, dengan hidroponik dalam waktu 3 minggu sudah bisa dipanen,” terangnya.

Selain lebih cepat panen, sayuran juga bebas pestisida dan lebih renyah ketika dimasak, karena kaya akan kandungan air. Hal ini disebabkan nutrisi untuk tanaman selalu tercukupi, karena air yang digunakan sudah diberi pupuk Ab Mix. Untuk penambahan pupuk, Yahya tidak sembarangan. Ia selalu memeriksa konsentrasi pupuk di dalam air menggunakan TDS (Total Dissolved Solids) meter.

“Sebelum menambahkan pupuk, saya ukur dulu kandunganya menggunakan TDS meter, kalau dirasa kurang saya baru menambah pupuknya, biasanya 3-5 hari sekali saya menambahnya,” tuturnya.

Selain bayam di kebun hidroponiknya, Yahya juga menanam berbagai macam sayuran seperti sawi, bayam, kangkung, selada dan kailan. Harga untuk masing-masing sayuran masih sangat terjangkau, untuk sawi pakcoy, samhong, dakota, dan caisin dijual Rp. 20 ribu per kilogram. Selada Rp. 20-30 ribu per kilogram tergantung jenisnya, dan untuk bayam merah, sawi pagoda dan kalian dihargai Rp. 25-30 ribu per kilogram.(gs/red)

Tags: ,

Berita Terkait

Tinggalkan komentar

Silahkan masuk atau daftar terlebih dahulu untuk memberi komentar.